Pendidikan Seks


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Seks bebas merupakan hubungan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan.Perilaku seks bebas yang terjadi pada remaja dapat disebabkan oleh kurangnya perhatian orang tua terhadap anak yang disebabkan karena kesibukan masing-masing sehingga anak tidak memperoleh pengetahuan tentang seks bebas dari orang tua dan oleh sebab itulah kadang kala anak terjerumus pada pergaulan yang salah. Perilaku seks bebas juga dapat terjadi jika remaja kurang mempunyai pemikiran yang matang untuk berbuat sesuatu di tambah lagi karena dorongan dari teman sebaya. Kadang teman mempunyai pengaruh yang buruk dan memaksa mencoba sesuatu yang baru sehingga mereka mencoba melakukan hubungan seks dengan lawan jenis tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi.


B.     Rumusan Masalah
Untuk menghindari masalah yang terlalu umum dalam makalah ini, maka penulis rumuskan permasalahan yang ada agar permasalahan tersebut lebih terfokus terhadap tema isi makalah ini. Adapun rumusan masalah tersebut sebagi berikut :
1.      Apakah pengertian pendidikan seks ?
2.      Apa tujuan pendidikan seks ?
3.      Apa manfaat pendidikan seks ?
4.      Bagaimana materi pendidikan seks ?

C.    Tujuan penelitian
1.      Mengetahui pengertian pendidikan seks.
2.      Mengetahui tujuan pendidikan seks.
3.      Mengetahui manfaat pendidikan seks.
4.      Mengetahui materi pendidikan seks
  

D.    Manfaat Penelitian
1.      Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi baru atau data ilmiah sebagai masukan kepada ilmu pengetahuan, terutama dalam pendidikan seks.
2.      Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pihak-pihak:
a.       Lembaga pendidikan , sebagai bahan informasi supaya setiap sekolah dapat meningkatkan program pendidikan seks yang tepat bagi siswa.
b.      Bagi remaja, penelitian ini sangat berguna dalam memberikan informasi yang benar dan terarah mengenai pendidikan seks.
c.       Bagi orang tua, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk membekali anak untuk memperoleh pengetahuan dan penerangan tentang pendidikan seks.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A.    Mengapa Perlu Pendidikan Seks
Perkembangan ilmu dan teknologi telah membuat dunia bagaikan “desa buana” yang segalanya serba transparan, mudah, dan cepat diakses oleh siapa, kapan, di mana saja. Informasi dan pengalaman seksual bisa diperoleh secara bebas, telanjang, dan tanpa filter.
Hal ini bisa berpengaruh secara psikis bagi anak. Jika anak memperoleh informasi dan pengalaman tentang seks yang salah akan membuat beban psikis bisa mempengaruhi kesehatan seksualnya kelak. Anak-anak memiliki kebiasaan menirukan apa yang dilakukan oleh orang lain. Sementara itu, penerapan teknologi tersebut telah menciptakan manusia mesin (l’homme machine) dalam masyarakat modern. Melalui perjalanan yang panjang, teknologi membentuk perilaku manusia mesin yang hidupnya hanya didasarkan pada stimulus (S) dan response (R) sebagaimana  digambarkan dalam psikologi Behaviorism. Pribadi yang asalnya bebas, utuh, dan rasional bisa tenggelam dalam satuan yang disebut masyarakat massa. Massa menjadi satu-satunya entitas yang harus diperhitungkan. Manusia mesin, manusia, dan masyarakat massa itu menghasilkan budaya massa. Budaya massa itu, menurut  Kuntowijoyo adalah produk dari mayoritas yang “tak berbudaya”, berbeda  dengan  budaya  adiluhung yang  dihasilkan oleh elite. Budaya ini dieksperesikan  dalam bentuk  kesenian, buku-buku, elektronika, barang konsumsi, dan  alat  kebijakasanaan  popular  seperti  bahasa gaul. Budaya massa telah menjadi komoditas, suatu commodity fethism, yang lebih menekankan selera kebutuhan konsumen.
Selain  budaya  massa  yang  memola  dengan sangat jenius terhadap perilaku  manusia,  pendidikan  seks perlu  diberikan  sejak  dini karena terkait dengan  libido seksual manusia itu sendiri. Meskipun demikian, ada yang berpendapat  bahwa masa kanak-kanak tidak mengenal gairah seks. Teori Freud tentang  libido berpendapat bahwa anak-anak menghisap jempol dianggap memiliki arti seksual, bahkan  cinta anak kepada ibunya dianggap sebagai sesuatu yang berlandaskan seks dan dihubungkan dengan kecemburuan terhadap ayahnya. Kesimpulannya, kesadaran seksualitas sudah tumbuh sejak masa kanak-kanak. Wacana  lain  yang  lebih  bijaksana juga bisa dipahami bila libido tidak saja dimaknai  sebagai  mendorong  kegairahan seks, tetapi lebih luas, yaitu berarti “energi fisik”. Tendensi  anak-anak  untuk  bermain-main terhadap alat kelaminnya bukan manifestasi seksual yang terlalu dini, tetapi sebagai “kesenangan fisik mendasar” yang  sangat  mengatur  kehidupan  kanak-kanak.  Kepuasan  fisik  tersebut bisa diperoleh lewat isapan, buang air, stimulasi kulit, masturbasi, dan kesenangan untuk telanjang.
Pertimbangan lain, pendidikan seks diberikan lebih awal disebabkan  karakter  dasar manusia  itu  dibentuk pada masa kanak-kanak. Ahli psikoanalisa telah  membuktikan tentang pengaruh yang baik atau tidak baik pada tahun-tahun pertama terhadap pertumbuhan karakter dasar anak. Pendidikan yang salah dapat mempengaruhi  perkembangan  berbagai  bentuk  penyimpangan  seksual  pada  masa-masa berikutnya. Pendidikan seks pada anak usia dini dimungkinkan dapat meluruskan pemahaman dan perilaku seks anak-anak sehingga bisa lebih positif.
Secara  lebih luas, penelitian  Katharine  Davies  memperkuat  sisi  penting pendidikan  seks  ini. Hasil penelitian Katherine menunjukkan bahwa perempuan yang telah menerima pendidikan seks pada usia dini, 57% menikah dengan bahagia. Pendidikan  seks  berperan  positif  dalam  membangun  mahligai  kehidupan keluarga yang lebih baik karena dalam prosesnya ada desain pembelajaran yang mempertimbangkan tentang kebaikan anak.

B.     Pendidikan Seks terhadap Anak Sebagai Amanah
Selain daripada itu, dalam perspektif spiritual, anak (aulad) —dalam al-Qur’an  disebut  bareng  dengan  harta (amwal), harta— adalah fitnah atau cobaan (al-Anfal/8:28, al-Taghabun/ 64:15).
Fenomena itu sebagai cobaan karena anak memiliki posisi yang amat penting  dalam  kehidupan  orangtua  dan  masyarakat.  Anak  merupakan kebanggaan  bagi  keluarga. Oleh  karena itu, anak harus dipersiapkan masa depannya. Untuk  mendidiknya akan menemukan berbagai kendala, di samping karena  sifat  anak  yang  memang  sulit  didisiplinkan  juga  karena orangtua memiliki kepentingan berlebih kepada anak-anaknya di samping kasih sayang.
Amanah berat ini tetap harus dilaksanakan agar kualitas anak dapat diperoleh. Al-Qur’an mengingatkan agar manusia khawatir dan/atau takut jika meninggalkan  generasi  keturunan (dzurriyyah) yang lemah yang disangsikan kualitas dan  masadepannya (QS. al-Nisa’/ 4:8). Orangtua harus berusaha optimal untuk pendidikan anak-anaknya.
Posisi  anak dalam keluarga yang amat penting tersebut membuat sejumlah tokoh  membuat risalah, pesan khusus buat anak. Lukman al-Hakim pesan edukatifnya diabadikan dalam al-Qur’an dan menjadi rujukan bagi pembacanya. Imam  Ghazali  juga  membuat  risalah  kecil, Ayyuha al-Walad, untuk anak-anak agar memiliki perhatian yang tinggi terhadap ilmu, moral, kerja positif, jiwa, dan spiritual. Jika anak adalah amanah maka   mendidiknya dalam arti yang seluas-luasnya juga amanah yang harus dilaksanakan oleh orangtua dan guru, termasuk pendidikan seks pada anak usia dini.

C.    Pengertian dan Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seks merupakan upaya transfer pengetahuan dan nilai (knowledge and values) tentang fisik-genetik dan fungsinya khususnya yang terkait dengan jenis (sex) laki-laki dan perempuan sebagai kelanjutan dari kecenderungan primitif makhluk hewan dan manusia yang tertarik dan mencintai lain jenisnya. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada anak, dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan  yang tidak  Islami serta menutup segala kemungkinan ke arah hubungan seksual terlarang. Pengarahan  dan pemahaman yang sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik, psikis, dan spiritual.
Pendidikan  seks  merupakan  upaya  menindak lanjuti kecenderungan insting manusia. Laki-laki dengan dasar naluri insting sehatnya akan mencintai perempuan, dan  jika  mereka “mencintai selain perempuan” (min duni al-nisa’) maka ia termasuk  kelompok  yang  memiliki  nafsu seksual menyimpang seperti kaum Luth (homo) yang dilaknat Tuhan (Q.S. al-A’raf/7:80, al-Naml/22: 55). Pendidikan ini  berusaha  untuk  mengenal penciptaan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan. Saling mengenal menuju ketakwaan kepada Tuhan (al-Hujarat/49: 13). Melalui pendidikan  akan berkembang rasa cinta karena ada pengetahuan, pengenalan,  dan  pengertian  yang  baik  terhadap  jenis lain. Rasa cinta laki-laki yang sudah “mampu”, idealnya segera ditindak lanjuti dengan pernikahan sehingga bisa  menciptakan  hidup  yang  maslahah  penuh ketenangan dan cinta kasih (sakinah, mawaddah, rahmah) sesuai dengan insting kemanusiaannya (al-Rum/30: 21).
Oleh karena telah memahami, suami akan memperlakukan istrinya dengan ma’ruf, dan melakukan hubungan seksual (jima’) secara sopan dan nyaman untuk mereguk kenikmatan bersama dengan teknik dan arah mana yang disukainya, fa’tu hartsakum anna syi’tum (Q.S. al-Baqarah/2: 223). Pendidikan seks dapat mengantarkan pemahaman terhadap antarjenis bahwa manusia (laki-lakiperempuan)
sama di hadapan  Allah  yang  membedakan  secara  fisik hanya bentuk anatomi tubuh  beserta  fungsi  reproduksinya  saja  sehingga  karena  perbedaan  itu  yang laki-laki  bisa  membuahi  dan  perempuan  bias  dibuahi, hamil, dan melahirkan. Pada  wilayah  domistik  dan  publik  kedua jenis kelamin ini harus saling melengkapi,  menyempurnakan, dan  mencintai untuk  membangun ketakwaan dan keharmonisan hidup  bersama  dalam  keluarga  dan  masyarakat.  Pergolakan panjang dalam sejarah dan sampai kini yang masih dapat disaksikan adalah perempuan  diposisikan  sebagai  barang  yang bisa diperjualbelikan (traficking seperti jaman Jahiliah) dan dimiliki seperti barang. Ekspresi laki-laki bahwa ia “memiliki perempuan” menyimpan  dua makna; perempuan sebagai objek dan sebagai sesuatu yang arbitrer tidak terlalu jelas dibedakan.
Secara garis besar, pendidikan seks diberikan sejak usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Membantu  anak  mengetahui  topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan;
2.      Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan;
3.      Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual;
4.      Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan;
5.      Mendorong hubungan yang baik;
6.      Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual (sexual intercourse);
7.      Mengurangi kasus infeksi melalui seks;
8.      Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.
Strategi pendidikan seks, sebagaimana pendidikan dengan materi apapun, harus disesuaikan dengan tujuan, tingkat kedalaman materi, usia anak, tingkat pengetahuan dan kedewasaan anak, dan media yang dimiliki oleh pendidik. Apabila dikaitkan dengan budaya lokal, penjelasan harus tidak tercerabut dari tradisi lokal yang positif, moral, dan ajaran agama.
Sebagai orang Jawa, pendidik diharapkan memahami tentang budayanya termasuk dalam pendidikan seksnya. Dalam budaya Jawa pendidikan seks dimulai dari  hubungan-hubungan sosial  pada masa remaja dalam sistem sosial Jawa yang erat sangkut-pautnya dengan proses tercapainya tingkat kedewasaan biologis. Masalah seks tidak pernah dibicarakan secara terbuka dalam keluarga dan masyarakat Jawa  umumnya  meskipun  dalam percakapan banyak lelucon mengenai seks. Oleh karena ada rasa tabu dalam pembicaraan seks, orang Jawa memiliki simbol lingga- yoni.  Lingga  melambangkan  falus atau  penis, alat kelamin laki-laki, sedangkan Yoni melambangkan vagina, alat kelamin perempuan. Simbol-simbol ini sudah lama dipakai  oleh  masyarakat  nusantara  sebagai penghalusan atau pasemon dari hal yang dianggap jorok. Simbol lain seperti lesung-alu, munthukcobek, dan sebagainya juga bermakna sejenis. Pelukisan seksual dalam khasanah filsafat Jawa dikenal dengan isbat curiga manjing warangka yang arti lugasnya adalah keris masuk ke dalam sarungnya.
Pendidikan seks model Jawa yang serba menggunakan unggah-ungguh agar tidak “saru” tersebut, disebabkan oleh hubungan seksual dalam pandangan Jawa merupakan sesuatu yang luhur, sakral, dan memiliki fungsi untuk menjaga keharmonisan dan kelangsungan hidup manusia. Keharmonisan yang beraroma kenikmatan tinggi jika menggunakan seluruh tubuh untuk mencari dan mengekspresikan kepuasan satu sama lain. Hubungan seksual demikian adalah seks yang sesungguhnya dan yang memberi arti yang sangat dalam.
Secara edukatif, anak bisa diberi pendidikan seks sejak ia bertanya di seputar seks. Bisa jadi pertanyaan anak tidak terucap lewat kata-kata, untuk itu ekspresi anak harus bisa ditangkap oleh orangtua atau pendidik. Clara Kriswanto, sebagaimana yang dikutip oleh Nurhayati Syaifuddin, menyatakan bahwa pendidikan seks untuk anak usia 0-5 tahun adalah dengan teknik atau strategi sebagai berikut.
1.      Membantu anak agar ia merasa nyaman dengan tubuhnya.
2.      Memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan kasih sayang dari orangtuanya secara tulus.
3.      Membantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan di depan umum seperti anak selesai mandi harus mengenakan baju kembali di dalam kamar mandi atau di dalam kamar. Anak diberi tahu tentang hal-hal pribadi, tidak boleh disentuh, dan dilihat orang lain.
4.      Mengajar anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan.
5.      Memberikan penjelasan tentang proses perkembangan tubuh seperti hamil dan melahirkan dalam kalimat yang sederhana, bagaimana bayi bisa dalam kandungan ibu sesuai tingkat kognitif anak. Tidak diperkenankan berbohong kepada anak seperti “adik datang dari langit atau dibawa burung”. Penjelasan disesuaikan dengan keingintahuan atau pertanyaan anak misalnya dengan contoh yang terjadi pada binatang.
6.      Memberikan pemahaman tentang fungsi anggota tubuh secara wajar yang mampu menghindarkan diri dari perasaan malu dan bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya sendiri.
7.      Mengajarkan anak untuk mengetahui nama-nama yang benar pada setiap bagian tubuh dan fungsinya. Vagina adalah nama alat kelamin perempuan dan penis adalah alat kelamin pria, daripada mengatakan dompet atau burung.
8.      Membantu anak memahami konsep pribadi dan mengajarkan kepada mereka kalau pembicaraan seks adalah pribadi.
9.      Memberi dukungan dan suasana kondusif agar anak mau berkonsultasi kepada orangtua untuk setiap pertanyaan tentang seks.
10.  Perlu ditambahkan, teknik pendidikan seks dengan memberikan pemahaman kepada anak tentang susunan keluarga (nasab) sehingga memahami struktur sosial dan ajaran agama yang terkait dengan pergaulan laki-laki dan perempuan. Saat anak sudah bisa nalar terhadap struktur tersebut orang tua bisa mengkaitkannya dengan pelajaran fiqh.
11.  Membiasakan dengan pakaian yang sesuai dengan jenis kelaminnya dalam kehidupan sehari hari dan juga saat melaksanakan salat akan mempermudah anak memahami dan menghormati anggota tubuhnya.
Sebagaimana telah disebutkan, teknik pendidikan seks tersebut dilakukan dengan menyesuaikan terhadap kemampuan dan pemahaman anak sehingga teknik penyampaian dan bahasa amat perlu dipertimbangkan.

D.    Guru Pendidikan Seks
Tugas mendidik  anak pada dasarnya menjadi kewajiban kedua orangtua, tetapi karena berbagai keterbatasan, tugas orangtua tersebut dibagi dengan kerabat dekat, guru, ustadz, kiai, pendidik, beserta masyarakat lingkungan di mana anak tersebut tinggal.
Pada anak usia 0-5 tahun, peran orangtua dan guru PAUD menjadi dominan karena mobilitas mereka banyak berpusat pada keluarga dan PAUD. Di luar itu, anak usia dini berinteraksi dengan teman bermainnya yang sebaya dalam groupnya. Kebanyakan ibu yang mengambil peran lebih dibandingkan dengan yang lain. Ibu sebagai penjaga dan pendidik (seks) anak pada usia dini diharuskan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai terhadap materi dan strategi pembelajarannya.
Ibu dan perempuan yang pada umumnya sangat dekat dengan anak-anak memerlukan pendidikan yang cukup dan tidak bisa lagi ditolerir mereka hanya diajar oleh orang tua secara natural tanpa desain pembelajaran dan pendidikan yang memadai. Pendidikan perempuan yang berkualitas harus diupayakan terus-menerus jika masyarakat menginginkan kehidupan masa depannya menjadi lebih baik dan berperadaban.

E.     Tempat Pendidikan Seks
Terkait dengan tempat pendidikan seks bagi anak, patut direnungkan pernyataan menarik dari Kuntowijoyo tentang generasi muslim saat ini yang sulit dikendalikan oleh tokoh-tokoh agama dan spiritual dan berkoordinasi dengan ulamanya meskipun ia memiliki pemahaman keagamaan yang memadai. Menurut Kuntowijoyo, hal ini disebabkan oleh mereka jauh dari masjid dan belajar secara anonim. Artinya, mereka  belajar  tidak  berhadapan dengan guru atau ustadz di masjid sebagaimana zaman dahulu biasa dilakukan oleh para remaja desa. Saat ini para pemuda muslim belajar Islam dari koran, majalah, radio, TV, dan internet. Tidak ada lagi komunikasi antara guru- murid sehingga tiada pula interaksi dan ikatan batin dan ruhaniah (spiritual) di antara mereka. Generasi baru muslim ini telah lahir dari rahim sejarah, tanpa kehadiran sang ayah, tidak ditunggui saudara-saudaranya. Tangisnya kalah keras oleh gemuruh teriakan-teriakan reformasi, generasi yang tanpa rujukan yang jelas, generasi yang tidak mempedulikan anatomi, dan rujukan keilmuannya yang disebutnya sebagai muslim tanpa masjid.
Pendidikan seks bagi anak sejak dini harus dilakukan oleh orangtua dan guru dengan berpusat pada masjid. Masjid dalam arti harfiah, yaitu tempat sujud yang berada di setiap rumah keluarga muslim karena setiap rumah idealnya disediakan ruang khusus untuk beribadah. Di masjid dalam arti syar’i, yaitu bangunan yang digunakan untuk beribadah terutama salat dan menjadi pusat kegiatan pendidikan dan sosial umat. Anak sejak dini harus diperkenalkan dengan masjid sebagai pusat gerak kehidupannya sehingga secara psikis-sosio-spiritual, karakter mereka akan terbangun secara positif. Agar masjid memiliki peran edukatif seperti sebagai tempat mendidik anak-anak, remaja, dan orangtua masjid harus didesain dengan memperhatikan kebutuhan warga jamaahnya semisal pendidikan seks, pendidikan kreatif, atau lainnya. Pendidikan seks yang diadakan oleh remaja atau takmir masjid di masjid akan memiliki nilai lebih karena sentuhan spiritualnya yang lebih kental. Masjid  bisa sebagai pendidikan alternatif di saat biaya pendidikan melambung sulit dijangkau oleh masyarakat umum.
Masjid memberikan multi-pelajaran bagi yang memanfaatkannya sehingga mereka mampu menyerap ilmu untuk kebahagiaan di dunianya dan mengambil hikmah untuk persiapan ia kembali dan menghadap kepada tuhannya.
 Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan remaja sangat perlu, peran orang tua yang sangat dituntut lebih dominan untuk memperkenalkan sesuai dengan usia dan perkembangan anak hingga beranjak dewasa. Memberikan pengetahuan pada remaja tentang resiko seks bebas, baik secara psikologis maupun emosional, serta sosial, juga akan dapat membantu agar terhindar dari pelanggaran norma yang berlaku (Ahmad, 2010, ¶ 5).
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi, sehingga ruang lingkup pendidikan kesehatan reproduksi lebih luas dan lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan seks (BKKBN, 2009: 3).
Menurut BKKBN (2008: 10) seks berarti jenis kelamin, yaitu suatu sifat atau ciri yang membedakan laki-laki dan perempuan, sedangkan seksual berarti yang ada hubungannya dengan seks atau yang muncul dari seks.
Para remaja memperoleh informasi mengenai seks dan seksualitas dari berbagai sumber, termasuk dari teman sebaya, lewat media massa baik cetak maupun elektronik termasuk didalamnya iklan, buku ataupun situs internet yang khusus menyediakan informasi tentang seks (Faturrahman, 2010, ¶ 3).
Ketidakpekaan orang tua dan pendidik terhadap kondisi remaja menyebabkan remaja sering terjatuh pada kegiatan tuna susila, karena remaja canggung dan enggan untuk bertanya pada orang yang tepat, semakin menguatkan alasan kenapa remaja sering bersikap tidak tepat terhadap organ reproduksinya. Data menunjukkan dari remaja usia 12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film porno, dan hanya 5% dari orang tua (Muzayyanah, 2010, ¶ 2).
Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa, penyampaian materi pendidikan seksual ini idealnya diberikan pertama kali oleh orang tuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orang tua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual (Admin, 2008, ¶ 13).

BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Desain Penelitian
Dengan memperhatikan pada tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptif verifikatif. Penelitian  deskriptif  ditujukan untuk membuat secara sistematis, faktual dan akurat terhadap fakta-fakta, sifat-sifat dengan interpretasi yang tepat . Sifat verifikatif dalam penelitian inipun selain memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.  Mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang diteliti. Sesuai  dengan  fenomana  sosial  yang tercermin dalam tujuan penelitian tadi, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode survey eksplanatori (explanatory survey). Penggunaan  metode ini dimaksudkan bukan hanya untuk menerangkan konsep dan fakta, peristiwa sekarang ini (explanation), tetapi bermaksud menganalisis dan menjelaskan pengaruh kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis”.
Dengan survey  eksplanatori  diharapkan  dapat  mengungkap secara cermat  tentang pendidikan seks.

B.     Teknik Pengumpulan Data
Peneliti terlebih dahulu  menjelaskan tujuan, manfaat penelitian serta cara pengisian angket. Responden yang menolak tidak dipaksa untuk mengisi angket dan responden yang bersedia diminta untuk mengisi kuisioner yang diberikan peneliti selama ± 15 menit. Responden diberi kesempatan bertanya selama pengisian angket tentang hal yang tidak dimengerti sehubungan dengan pertanyaan yang ada dalam angket penelitian, peneliti terlebih dahulu memeriksa kelengkapan jawaban responden sesuai dengan pertanyaan kuisioner kemudian seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

C.    Teknik Analisis Data
Setelah  semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan data responden dan memastikan semua jawaban terisi. Setelah itu, menarik  rata-rata  dan  kesimpulan dari data tersebut.

BAB IV
METODOLOGI

A.    Data
Dari data responden, di peroleh bahwa yang pernah mendapatkan pendidikan seks ada 3 orang, dan 3 orang yang tak pernah sama sekali. Mengenai tentang pentingnya pendidikan seks di ajarkan 4 orang menyatakan sangat penting, dan 2 orang lainnya menyatakan penting.
Selanjutnya, menurut data responden biasanya anak dapat informasi tentang kesehatan reproduksi dan perilaku seksual  ada 5 orang yang mengatakan dari media massa dan 1 orang dari sekolah.  Mengenai tentang  remaja melakukan hubungan seks ada  3 orang  yang menyatakan pada umur 19 dan 2 orang mengatakan 17 tahun.
Berdasarkan  hasil  analisa  5 orang  siswa yang tidak memahami tentang HIV/AIDS,  dan 1 siswa sangat memahami tentang HIV/AIDS.  Mengenai tentang hubungan seksual ada 3 orang membicarakan hubungan seksual dari teman-teman, 2 orang di sekolah dan 1 orang di keluarga.
Sekitar  4 orang  responden merasa tidak nyaman membahas  masalah  seks dengan orangtuanya, dan 2 orang  mengatakan tidak tahu. Selanjutnya, biasanya anak mencari informasi tentang pendidikan seks ada 4 orang mengatakan dari  media massa dan ada 1 orang mengatakan dari sekolah
Dari data analisa responden ada 4 orang mengatakan tidak pernah diajarkan tentang pendidikan seks di lingkungan keluarga dan 2 orang pernah. Mengenai  tentang mendukung pemberian pendidikan seks yang sesuai dengan agama semuanya mengatakan sangat setuju.

B.     Hasil Penelitian
Berdasarkan  data yang diperoleh  dilapangan melalui observasi, wawancara  dan  studi dokumentasi terhadap responden tentang berbagai hal yang berkenaan   dengan permasalahan  yang  diteliti. Maka diperoleh hasil penelitian yang dideskripsikan sebagai berikut :
1.      Pendidikan Seks di sekolah
Dalam  penelitian  ini pendidikan  seks  dianalisa  apakah remaja pernah atau tidak pernah mendapakan pendidikan seks. Berdasarkan hasil analisa data sebanyak (50%) mengatakan pernah mendapatkan pendidikan seks, sebanyak (50%) tidak pernah mendapatkan pendidikan seks. Jika ditanya apa pendidikan seks penting untuk dipelajari, sekitar  80% mengatakan sangat penting, 20% mengatakan penting. Sebetulnya, siswa-siswa sering berkomentar  bahwa  mereka  tidak  tahu  cukup  tentang HIV/AIDS,  perilaku seksual  beresiko dan masalah  seperti  pergaulan  bebas  dan kontrasepsi. Berdasarkan  hasil  analisa  data 99% siswa yang tidak memahami tentang HIV/AIDS,  satu siswi yang setuju tingkat pemahamannya atas HIV/AIDS adalah cukup tinggi.
Setiap sekolah mendekati masalah  Pendidikan  Seks secara berbeda. Satu sekolah diteliti  mengadakan  acara  mengundang  ahli  bidang  Pendidikan Seks berpidato  satu  kali setahun. Dan satu sekolah diteliti berkerja sama dengan PKBI dan mengadakan Program  Peer Educator. Tetapi, satu kesamaan ada antara semua sekolah. Yaitu, norma-norma dasar berkaitan dengan sikap-sikapnya sekolahan kepada Pendidikan Seks.
2.      Pendidikan Seks di Lingkungan Keluarga
Berdasarkan hasil responden sekitar 60% mengatakan remaja mulai berhubungan seks pertama kalinya pada usia 19 tahun, dan  40% menagatakan 17 tahun  dengan mayoritas merupakan mahasiswa. Melihat fakta dan data ini, kita sudah tidak bisa lagi menganggap seks adalah hal yang tabu untuk dibahas di lingkungan  keluarga sekalipun. "Alangkah  baiknya  bila pendidikan  seks  yang tepat dilakukan sedini mungkin untuk mencegah remaja dan kaum muda ini mendapatkan informasi yang salah.
Orang tua merupakan sumber utama anak seharusnya mendapatkan pendidikan  seksual. Bukannya malah menghindari topik yang sensitif tersebut, karena ternyata hasil survei juga menunjukkan bahwa remaja membahas kegiatan seksualnya dengan teman  sebesar  70 %, disusul dengan membahas di sekolah 20%,  baru dengan keluarga 10%, pendidikan seks yang harus diterima anak usia 15-19 tahun  adalah  pemahaman  bahwa  kematangan  seksual  yang  telah dialami pada usia  tersebut  akan  bisa  membuat  mereka  untuk hamil atau menghamili perempuan. "Bagi  anak  lelaki,  mereka  harus  memahami  bahwa  dorongan  seksual itu normal tapi juga harus diajari agar bagaimana cara iseng mereka  melepaskan  ketegangan  seksual  seperti  menarik  tali  bra teman sekolahnya itu tidak menjadi pelecehan seksual.
Rata-rata anak tidak pernah diajarkan pendidikan seks di lingkungan keluarganya, berdasarkan hasil responden 73,4% mengatakan tidak pernah diajarkan pendidikan seks di lingkungan keluarga, 25,6% mengatakan kadang-kadang dan 10% mengatakan pernah.
Lingkungan keluarga merupakan kesempatan bagus untuk penyuluhan masalah seks. Sampai sekarang, kesempatan ini jarang digunakan oleh orangtua, karena  masalah  seks  disampingkan   atau ditutupi. Dalam keadaan ini,menurut hasil responden  kaum remaja sering mencari sumber informasi lain untuk memenuhi keingin tahuannya 95% melaui media massa dan 5% dari sekolah.
Hasil  kwesioner  menunjukkan  bahwa  orangtua dianggap sumber informasi tentang soal seks yang paling bermanfaat setelah sekolah. Walaupun begitu, sekitar  80% responden merasa tidak nyaman membahas  masalah  seks dengan orangtuanya, dan 20% mengatakan tidak tahu karena memang tidak pernah membahas tentang  seks. Demikian pula, orangtua tidak merasa nyaman membahas topik seks dengan anaknya.
3.      Norma-norma dan Pendidikan Seks
Soal Pendidikan Seks berhubungan dekat dengan norma dan nilai masyarakat. Norma-norma  agama sangat jelas di bidang ini, berkaitan dengan ajaran terfokus pada penahanan nafsu, dan ajaran resikonya.
Satu pokok ajaran Pendidikan Seks di SMA-SMA  diteliti  adalah  penahanan  nafsu.  Guru diwawancarai mendukung  pemantangan diantara para siswa.  Peran  kuat  yang  diambil  guru-guru  untuk mendorong  penahanan   nafsu dan mendukung pemantangan diantara para siswa. Pendekatan ini sering memakai contoh-contoh ‘bahayanya’ dan ‘resikonya’ berhubungan seks pra-nikah. Misalnya, seorang  siswa  menjelaskan  bahwa ‘kalau  pelajaran  tentang seks itu guru BK  selalu  bilang kalau seks pra-nikah terjadi bisa merusak masa depan, misalnya kalau cewek kehamilan, pastilah jadi D.O [drop-out] dan masa depannya dihancurkan.
Yang  tetap harus dipertanyakan, apakah ajaran penahanan nafsu cukup untuk melindungi kesehatan kaum muda? Menurut penelitian diterbit di Amerika Selama baru-baru ini, pendekatan Pendidikan Seks yang memfokuskan penahanan nafsu saja (Abstinence-Only approach) tidak berhasil menunda mulainya berhubungan seks antara kaum remaja. Walaupun keadaan di Amerika Serikat memang berbeda dari Indonesia, kenaikan kejadian hubungan seks antara kaum remaja di Indonesia menunjukkan setingkat kesamaan antara kecenderungan kaum remaja, dan kebutuhan untuk pendidikan lebih dalam daripada pengajaran Abstinence-Only.
Satu keadaan yang mencerminkan norma masyarakat di ruang sekolah adalah  tanggapan  sekolah  terhadap  kejadian  kehamilan  pra-nikah. Kehamilan  pra-nikah memang sering terjadi saat ini antara kaum bersekolah - setiap siswa diwawancarai menceritakan tentang teman sebaya di sekolah atau kampung yang mengalami masalah ini. Sebenarnya, menurut aturan Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) perempuan  yang  kehamilan  saat  bersekolah  harus  dikeluarkan. Menurut  guru-guru, ada beberapa alasan untuk aturan ini. Pertama, demi kepentingan siswa perempuan – kalau melanjutkan sekolah, akan mengalami suasana tidak enak, dengan banyak gosip.  Kedua, ada  yang  khawatir  tentang pengaruh tak sehat – kalau seorang perempuan jelas pernah melakukan hubungan seks, mungkin teman sebayanya akan dipengaruhi dan melakukan ‘ikut-ikutan’.  Dan ketiga, perempuan hamil dikeluarkan demi nama sekolahnya.  Hal ini sangat tabu, dan dianggap ‘aib’ – yaitu mempermalukan keluarganya yang terlibat, seterusnya sekolah yang kelihatannya gagal memberikan norma-norma yang kuat kepada para siswanya.
Para siswa mendukung pemberian Pendidikan Seks yang sesuai dengan agamanya. Dari hasil responden 100% sangat setuju  untuk mendukung pendidikan seks yang sesuai dengan agamanya.

C.    Pembahasan
1.      Pengertian  Pendidikan Seks
Pendidikan seks dapat diartikan sebagai penerangan tentang anatomi fisiologi  seks manusia, bahaya penyakit kelamin. Pendidikan seks adalah membimbing  serta  mengasuh  seseorang  agar mengerti tentang arti,fungsi,dan tujuan  seks, sehingga  ia  dapat  menyalurkan  secara  baik,benar,dan legal. Pendidikan seks dapat dibedakan antara seks instruction dan education in sexuality.  Sex  instruction ialah penerangan mengenai anatomi, seperti pertumbuhan rambut pada ketiak, dan mengenai biologi dari reproduksi,yaitu proses berkembang biak melalui  hubungan untuk mempertahankan jenisnya.Termasuk didalamnya pembinaan keluarga dan metode kontrasepsi dalam mencegah terjadinya kehamilan.Education in sexuality meliputi bidang-bidang etika, moral, fisiologi, ekonomi, dan  pengetahuan lainnya yang di butuhkan agar seseorang dapat memahami dirinya sendiri sebagai individual seksual, serta mengadakan hubungan interpersonal yang baik.

2.      Tujuan Pendidikan Seks
Tujuan pendikan seks secara umum sesuai dengan kesepakatan interpersonal”conference of sex education anfd family planning pada tahun 1962,adalah:” Untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang dapat menjalankan  kehidupan  yang  bahagia. Serta  bertanggung jawab terhadap dirinya dan terdapat orang lain.
Tujuan pendidikan seks
a.      Membentuk pengertian tentang perbedaan seks antara pria dan wanita dalam keluarga,pekerjaan dan seluruh kehidupan,yang selalu berubah dan berbeda dalam tiap masyarakat dan kebudayaan.
b.      Membentuk pengertian tentang peranan seks dalam kehidupan manusia dan keluarga.
c.      Mengembangkan pengertian diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan seks.
d.     Membantu siswa dalam mengembangkan kepribadian sehingga mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
Jadi  tujuan  pendidikan seks adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat  terhadap masalah seksual, dan membimbing anak ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab (terutama dalam kehidupan seksualnya). Hal  ini dimaksudkan  agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi  merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk  kelanggengan kehidupan manusia, belajar menghargai kemampuan seksnya dan  hanya  menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.
3.      Manfaat Pendidikan Seks
Adapun manfaat dari pendidikan seks yaitu :
·           Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
·           Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab)
·           Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi
·           Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
·           Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensialuntuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
·           Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
·           Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
·           Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orangtua, anggota masyarakat.
4.      Materi Pendidikan Seks
Materi pendidikans seks sangat bervariasi dibicarakan dikalangan remaja (BKKBN, 2008: 66) adalah sebagai berikut:
1)      Tumbuh kembang remaja
Tumbuh ialah tahap perubahan ukuran dan bentuk tubuh atau anggota tubuh.
Tumbuh kembang remaja ialah tahap perubahan fisik dan psikologi remaja.
Prinsip tumbuh kembang remaja
a)      Tumbuh kembang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan yang saling mempengaruhi secara timbal balik.
b)     Tumbuh kembang mengikuti pola atau aturan tertentu dan berkesinambungan.
c)      Setiap anak memiliki ciri dan sifat yang khas, sehingga tidak ada dua anak yang persis sama, walaupun mereka kembar.
d)     Tumbuh kembang pada masa remaja paling mencolok dan mudah diamati.
e)      Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan remaja laki-laki dan perempuan berbeda.
·         Remaja wanita mengalami pertumbuhan lebih cepat pada usia 10-13 tahun.
·         Remaja laki-laki mengalami pertumbuhan lebih cepat pada usia 13-15 tahun.
·         Usia ini disebut masa pertumbuhan yang cepat atau masa akil baliq.
2)      Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang remaja yaitu :
a.       Faktor bawaan
Faktor bawaan adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, yang diturunkan dari kedua orang tuanya.
b.      Faktor lingkungan
Faktor lingkungan adalah faktor yang berasal dari luar seseorang seperti lingkungan keluarga, sosial, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Beberapa hal perlu diketahui oleh remaja pada saat awal masa tumbuh kembangnya, yaitu tentang seksualitas, pubertas, mimpi basah, menstruasi dan organ reproduksi:
·         Seksualitas
Seksualitas adalah segala sesuatu yang menyangkut sikap dan perilaku seksual maupun orientasi seksual.
·         Pubertas
Masa pubertas adalah masa di mana seseorang mengalami perubahan struktur tubuh dari anak-anak menjadi dewasa dan perubahan psikis.
·         Mimpi basah
Mimpi basah adalah keluarnya sperma tanpa rangsangan pada saat tidur, dan umumnya terjadi pada saat mimpi tentang seks.
·         Menstruasi
Menstruasi adalah proses peluruhan lapisan dalam/endometrium yang banyak mengandung pembuluh darah dari uterua melalui vagina secara periodik dan berkala.
·         Organ reproduksi
-          Organ Reproduksi Wanita adalah 1).Ovarium (indung telur). 2).Tuba falopi (saluran telur). 3).Fimbrae (umbai-umbai). 4).Uterus (rahim). 5).Cervix Uteri (leher rahim). 6).Vagina (lubang senggama).
-          Organ Reproduksi Laki-Laki adalah 1).Penis. 2).Glans. 3).Uretra. 4).Vas deferens. 5).Epididimis. 6).Testis. 7).Scrotum. 8).Kelenjar prostat. 9).Vesikula seminalis
-          Pada akhirnya, semua cara yang digunakan dalam menyampaikan pendidikan seks tersebut, berpulang kepada setiap orang tua. Artinya, orang tua harus berusaha mencari cara-cara yang khusus dan praktis tentang penyampaian pendidikan seks sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, para remaja akan lebih menghargai dan mengetahui hubungan seksual yang sebenarnya bila saatnya tiba nanti.

 BAB V
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Masa remaja adalah masa peralihan dimana seseorang berpindah dari kanak-kanak menjadi dewasa, dalam masa ini berbagai perubahan jasmaniah, rohaniah, dan sosial terjadi dengan jelas. Perubahan itu biasanya disertai oleh bernacam-macam problema yang timbul karena tidak dipersiapakannya jiwa remaja untuk menghadapi perubahan tersebut ditambah lagi dengan tidak dimengertinya orang tua, guru dan masyarakat tentang ciri pertumbuhan remaja itu sendiri dan oleh sebab itu timbul berbagai problema remaja dan bila problema itu tidak terselesaikan maka akan muncul kenakalan remaja. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan perhatian orang tua dan masyarakat dalam menghadapi problema remaja agar tidak menjurus pada kenakalan remaja. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan remaja yaitu dengan memberi kemudahan bagi remaja dalam pendidikan seperti memudahkan administrasi keuangan sekolah bagi anak yang tidak mampu sehingga keuangan sekolah akan sedikit terbantu dan remaja tidak terjerumus pada kejahatan

B.     Saran
Fokusnya utama Pendidikan Seks adalah pendidikan dan pengetahuan daripada seks. Pendidikan Seks mampu menyelamatkan kaum remaja dari keadaan yang tidak sehat atau berbahaya untuk kesehatannya. Seharusnya Pendidikan Seks tidak dianggap tabu dan tidak ditutu- tutupi lagi.
Sebagai suatu cabang, masyarakat yang mampu sebagian besar penduduk kaum muda, ruang sekolah seharusnya mengambil peran utama untuk memberi Pendidikan Seks ini.
Sebaiknya pemerintah bertindak mengembangkan program Pendidikan Seks dengan bahan-bahan resmi untuk disediakan setiap sekolah. Lebih banyak dana seharusnya diberikan dibidang Pendidikan, untuk menyakinkan setiap siswa mengalami kesempatan untuk mengakses informasi yang dibutuhkan. Program Pendidikan Seks seharusnya mencapai keseimbangan antara pengetahuan lengkap dan norma-norma kebudayaan dan agama Indonesia.
Bagi para pembaca marilah kita bersama-sama ikut adil dalam menerapkan "Hidup gaul tanpa HIV/AIDS, baik dengan menjadi individu yang menjauhi pergaulan bebas dan juga dalam memotivasi kepada orang-orang di sekeliling kita. Dalam hal ini media masa juga menampilkan hal-hal positif yang perlu dilakukan. Bukan malah menampilkan flim-flim yang menunjukkan hebohnya gemerlap dunia malam dan maraknya pergaulan bebas yang disalah tafsirkan merupakan suatu kebanggaan para remaja. Sehingga hal tersebut menjadi makanan sehari-hari. Semua pihak perlu berperan untuk menanamkan "gaul tanpa HIV/AIDS." Terutama diri kita sendiri.


  
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010.http://repository.upi.edu/operator/upload/s_plb_044677_chapter1.pdf.  Diakses tanggal 10 Desember 2011
Anonim. 2010.  http://amaliandini.wordpress.com/2010/07/02/for-you-and-for-me/ . Diakses pada tanggal 10 Desember  2011.
Anonim.2010.http://repository.upi.edu/operator/upload/s_ktp_054022_chapter2.pdf. Diakses pada tanggal 13 Desember  2011.
Anonim.2010.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27235/4/Chapter%20II.pdf. Diakses pada tanggal 15 Desember  2011.
Anonim.2010. http://n4c1pluk.wordpress.com/pendidikan-tentang-seks/. Diakses pada  tanggal 19 desember 2011
Anonim.2010. http://www.scribd.com/doc/54777642/7-pendidikan-seks-pada-anak-usia-dini-m-roqib. Diakses pada tanggal 19 Desember 2011
Anonim. 2011. http://duniabaca.com/pengertian-pendidikan-seks-dan-manfaatnya.htmll. Diakses pada tanggal 19 Desember 2011.






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2011 PAKAR BANGSA - All rights reserved. PIK REMAJA KECAMATAN PASEKAN INDRAMAYU