BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seks bebas merupakan hubungan yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan.Perilaku
seks bebas yang terjadi pada remaja dapat disebabkan oleh kurangnya perhatian
orang tua terhadap anak yang disebabkan karena kesibukan masing-masing sehingga
anak tidak memperoleh pengetahuan tentang seks bebas dari orang tua dan oleh
sebab itulah kadang kala anak terjerumus pada pergaulan yang salah. Perilaku
seks bebas juga dapat terjadi jika remaja kurang mempunyai pemikiran yang
matang untuk berbuat sesuatu di tambah lagi karena dorongan dari teman sebaya.
Kadang teman mempunyai pengaruh yang buruk dan memaksa mencoba sesuatu yang
baru sehingga mereka mencoba melakukan hubungan seks dengan lawan jenis tanpa
memikirkan akibat yang akan terjadi.
B.
Rumusan
Masalah
Untuk menghindari masalah yang terlalu
umum dalam makalah ini, maka penulis rumuskan permasalahan yang ada agar
permasalahan tersebut lebih terfokus terhadap tema isi makalah ini. Adapun
rumusan masalah tersebut sebagi berikut :
1. Apakah
pengertian pendidikan seks ?
2. Apa
tujuan pendidikan seks ?
3. Apa
manfaat pendidikan seks ?
4. Bagaimana
materi pendidikan seks ?
C.
Tujuan
penelitian
1. Mengetahui
pengertian pendidikan seks.
2. Mengetahui
tujuan pendidikan seks.
3. Mengetahui
manfaat pendidikan seks.
4. Mengetahui
materi pendidikan seks
D.
Manfaat
Penelitian
1. Secara
teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi baru atau data ilmiah sebagai masukan kepada ilmu
pengetahuan, terutama dalam pendidikan seks.
2. Secara
praktis
Penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk pihak-pihak:
a. Lembaga
pendidikan , sebagai bahan informasi supaya setiap sekolah dapat meningkatkan
program pendidikan seks yang tepat bagi siswa.
b. Bagi
remaja, penelitian ini sangat berguna dalam memberikan informasi yang benar dan
terarah mengenai pendidikan seks.
c. Bagi
orang tua, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk
membekali anak untuk memperoleh pengetahuan dan penerangan tentang pendidikan
seks.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Mengapa
Perlu Pendidikan Seks
Perkembangan ilmu dan teknologi telah
membuat dunia bagaikan “desa buana” yang segalanya serba transparan, mudah, dan
cepat diakses oleh siapa, kapan, di mana saja. Informasi dan pengalaman seksual
bisa diperoleh secara bebas, telanjang, dan tanpa filter.
Hal ini bisa berpengaruh secara psikis
bagi anak. Jika anak memperoleh informasi dan pengalaman tentang seks yang
salah akan membuat beban psikis bisa mempengaruhi kesehatan seksualnya kelak.
Anak-anak memiliki kebiasaan menirukan apa yang dilakukan oleh orang lain.
Sementara itu, penerapan teknologi tersebut telah menciptakan manusia mesin
(l’homme machine) dalam masyarakat modern. Melalui perjalanan yang panjang,
teknologi membentuk perilaku manusia mesin yang hidupnya hanya didasarkan pada
stimulus (S) dan response (R) sebagaimana
digambarkan dalam psikologi Behaviorism. Pribadi yang asalnya bebas,
utuh, dan rasional bisa tenggelam dalam satuan yang disebut masyarakat massa.
Massa menjadi satu-satunya entitas yang harus diperhitungkan. Manusia mesin,
manusia, dan masyarakat massa itu menghasilkan budaya massa. Budaya massa itu,
menurut Kuntowijoyo adalah produk dari
mayoritas yang “tak berbudaya”, berbeda
dengan budaya adiluhung yang dihasilkan oleh elite. Budaya ini
dieksperesikan dalam bentuk kesenian, buku-buku, elektronika, barang
konsumsi, dan alat kebijakasanaan popular
seperti bahasa gaul. Budaya massa
telah menjadi komoditas, suatu commodity fethism, yang lebih menekankan selera
kebutuhan konsumen.
Selain
budaya massa yang
memola dengan sangat jenius
terhadap perilaku manusia, pendidikan
seks perlu diberikan sejak
dini karena terkait dengan libido
seksual manusia itu sendiri. Meskipun demikian, ada yang berpendapat bahwa masa kanak-kanak tidak mengenal gairah
seks. Teori Freud tentang libido
berpendapat bahwa anak-anak menghisap jempol dianggap memiliki arti seksual,
bahkan cinta anak kepada ibunya dianggap
sebagai sesuatu yang berlandaskan seks dan dihubungkan dengan kecemburuan
terhadap ayahnya. Kesimpulannya, kesadaran seksualitas sudah tumbuh sejak masa
kanak-kanak. Wacana lain yang
lebih bijaksana juga bisa
dipahami bila libido tidak saja dimaknai
sebagai mendorong kegairahan seks, tetapi lebih luas, yaitu
berarti “energi fisik”. Tendensi
anak-anak untuk bermain-main terhadap alat kelaminnya bukan
manifestasi seksual yang terlalu dini, tetapi sebagai “kesenangan fisik
mendasar” yang sangat mengatur
kehidupan kanak-kanak. Kepuasan
fisik tersebut bisa diperoleh
lewat isapan, buang air, stimulasi kulit, masturbasi, dan kesenangan untuk
telanjang.
Pertimbangan lain, pendidikan seks
diberikan lebih awal disebabkan
karakter dasar manusia itu
dibentuk pada masa kanak-kanak. Ahli psikoanalisa telah membuktikan tentang pengaruh yang baik atau
tidak baik pada tahun-tahun pertama terhadap pertumbuhan karakter dasar anak.
Pendidikan yang salah dapat mempengaruhi
perkembangan berbagai bentuk
penyimpangan seksual pada
masa-masa berikutnya. Pendidikan seks pada anak usia dini dimungkinkan
dapat meluruskan pemahaman dan perilaku seks anak-anak sehingga bisa lebih
positif.
Secara
lebih luas, penelitian
Katharine Davies memperkuat
sisi penting pendidikan seks
ini. Hasil penelitian Katherine menunjukkan bahwa perempuan yang telah
menerima pendidikan seks pada usia dini, 57% menikah dengan bahagia.
Pendidikan seks berperan
positif dalam membangun
mahligai kehidupan keluarga yang
lebih baik karena dalam prosesnya ada desain pembelajaran yang mempertimbangkan
tentang kebaikan anak.
B.
Pendidikan
Seks terhadap Anak Sebagai Amanah
Selain daripada itu, dalam perspektif
spiritual, anak (aulad) —dalam al-Qur’an
disebut bareng dengan
harta (amwal), harta— adalah fitnah atau cobaan (al-Anfal/8:28,
al-Taghabun/ 64:15).
Fenomena itu sebagai cobaan karena anak
memiliki posisi yang amat penting
dalam kehidupan orangtua
dan masyarakat. Anak
merupakan kebanggaan bagi keluarga. Oleh karena itu, anak harus dipersiapkan masa
depannya. Untuk mendidiknya akan
menemukan berbagai kendala, di samping karena
sifat anak yang
memang sulit didisiplinkan
juga karena orangtua memiliki
kepentingan berlebih kepada anak-anaknya di samping kasih sayang.
Amanah berat ini tetap harus
dilaksanakan agar kualitas anak dapat diperoleh. Al-Qur’an mengingatkan agar
manusia khawatir dan/atau takut jika meninggalkan generasi
keturunan (dzurriyyah) yang lemah yang disangsikan kualitas dan masadepannya (QS. al-Nisa’/ 4:8). Orangtua
harus berusaha optimal untuk pendidikan anak-anaknya.
Posisi
anak dalam keluarga yang amat penting tersebut membuat sejumlah
tokoh membuat risalah, pesan khusus buat
anak. Lukman al-Hakim pesan edukatifnya diabadikan dalam al-Qur’an dan menjadi
rujukan bagi pembacanya. Imam Ghazali juga
membuat risalah kecil, Ayyuha al-Walad, untuk anak-anak agar
memiliki perhatian yang tinggi terhadap ilmu, moral, kerja positif, jiwa, dan
spiritual. Jika anak adalah amanah maka
mendidiknya dalam arti yang seluas-luasnya juga amanah yang harus
dilaksanakan oleh orangtua dan guru, termasuk pendidikan seks pada anak usia
dini.
C.
Pengertian
dan Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seks merupakan upaya transfer
pengetahuan dan nilai (knowledge and values) tentang fisik-genetik dan
fungsinya khususnya yang terkait dengan jenis (sex) laki-laki dan perempuan
sebagai kelanjutan dari kecenderungan primitif makhluk hewan dan manusia yang
tertarik dan mencintai lain jenisnya. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran,
penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual yang diberikan pada
anak, dalam usaha menjaga anak terbebas dari kebiasaan yang tidak
Islami serta menutup segala kemungkinan ke arah hubungan seksual
terlarang. Pengarahan dan pemahaman yang
sehat tentang seks dari aspek kesehatan fisik, psikis, dan spiritual.
Pendidikan seks
merupakan upaya menindak lanjuti kecenderungan insting
manusia. Laki-laki dengan dasar naluri insting sehatnya akan mencintai
perempuan, dan jika mereka “mencintai selain perempuan” (min duni
al-nisa’) maka ia termasuk kelompok yang
memiliki nafsu seksual menyimpang
seperti kaum Luth (homo) yang dilaknat Tuhan (Q.S. al-A’raf/7:80, al-Naml/22:
55). Pendidikan ini berusaha untuk
mengenal penciptaan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan. Saling
mengenal menuju ketakwaan kepada Tuhan (al-Hujarat/49: 13). Melalui
pendidikan akan berkembang rasa cinta
karena ada pengetahuan, pengenalan,
dan pengertian yang
baik terhadap jenis lain. Rasa cinta laki-laki yang sudah
“mampu”, idealnya segera ditindak lanjuti dengan pernikahan sehingga bisa menciptakan
hidup yang maslahah
penuh ketenangan dan cinta kasih (sakinah, mawaddah, rahmah) sesuai
dengan insting kemanusiaannya (al-Rum/30: 21).
Oleh karena telah memahami, suami akan
memperlakukan istrinya dengan ma’ruf, dan melakukan hubungan seksual (jima’)
secara sopan dan nyaman untuk mereguk kenikmatan bersama dengan teknik dan arah
mana yang disukainya, fa’tu hartsakum anna syi’tum (Q.S. al-Baqarah/2: 223).
Pendidikan seks dapat mengantarkan pemahaman terhadap antarjenis bahwa manusia
(laki-lakiperempuan)
sama di hadapan Allah
yang membedakan secara
fisik hanya bentuk anatomi tubuh
beserta fungsi reproduksinya
saja sehingga karena
perbedaan itu yang laki-laki bisa
membuahi dan perempuan
bias dibuahi, hamil, dan
melahirkan. Pada wilayah domistik
dan publik kedua jenis kelamin ini harus saling
melengkapi, menyempurnakan, dan mencintai untuk membangun ketakwaan dan keharmonisan
hidup bersama dalam
keluarga dan masyarakat.
Pergolakan panjang dalam sejarah dan sampai kini yang masih dapat
disaksikan adalah perempuan
diposisikan sebagai barang
yang bisa diperjualbelikan (traficking seperti jaman Jahiliah) dan
dimiliki seperti barang. Ekspresi laki-laki bahwa ia “memiliki perempuan”
menyimpan dua makna; perempuan sebagai
objek dan sebagai sesuatu yang arbitrer tidak terlalu jelas dibedakan.
Secara garis besar, pendidikan seks
diberikan sejak usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan sebagai berikut:
1. Membantu anak
mengetahui topik-topik biologis
seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan;
2. Mencegah
anak-anak dari tindak kekerasan;
3. Mengurangi
rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual;
4. Mencegah
remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan;
5. Mendorong
hubungan yang baik;
6. Mencegah
remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual (sexual intercourse);
7. Mengurangi
kasus infeksi melalui seks;
8. Membantu
anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.
Strategi pendidikan seks, sebagaimana
pendidikan dengan materi apapun, harus disesuaikan dengan tujuan, tingkat
kedalaman materi, usia anak, tingkat pengetahuan dan kedewasaan anak, dan media
yang dimiliki oleh pendidik. Apabila dikaitkan dengan budaya lokal, penjelasan
harus tidak tercerabut dari tradisi lokal yang positif, moral, dan ajaran
agama.
Sebagai orang Jawa, pendidik diharapkan
memahami tentang budayanya termasuk dalam pendidikan seksnya. Dalam budaya Jawa
pendidikan seks dimulai dari
hubungan-hubungan sosial pada
masa remaja dalam sistem sosial Jawa yang erat sangkut-pautnya dengan proses
tercapainya tingkat kedewasaan biologis. Masalah seks tidak pernah dibicarakan
secara terbuka dalam keluarga dan masyarakat Jawa umumnya
meskipun dalam percakapan banyak
lelucon mengenai seks. Oleh karena ada rasa tabu dalam pembicaraan seks, orang
Jawa memiliki simbol lingga- yoni.
Lingga melambangkan falus atau
penis, alat kelamin laki-laki, sedangkan Yoni melambangkan vagina, alat
kelamin perempuan. Simbol-simbol ini sudah lama dipakai oleh
masyarakat nusantara sebagai penghalusan atau pasemon dari hal
yang dianggap jorok. Simbol lain seperti lesung-alu, munthukcobek, dan
sebagainya juga bermakna sejenis. Pelukisan seksual dalam khasanah filsafat
Jawa dikenal dengan isbat curiga manjing warangka yang arti lugasnya adalah
keris masuk ke dalam sarungnya.
Pendidikan seks model Jawa yang serba
menggunakan unggah-ungguh agar tidak “saru” tersebut, disebabkan oleh hubungan
seksual dalam pandangan Jawa merupakan sesuatu yang luhur, sakral, dan memiliki
fungsi untuk menjaga keharmonisan dan kelangsungan hidup manusia. Keharmonisan
yang beraroma kenikmatan tinggi jika menggunakan seluruh tubuh untuk mencari
dan mengekspresikan kepuasan satu sama lain. Hubungan seksual demikian adalah seks
yang sesungguhnya dan yang memberi arti yang sangat dalam.
Secara edukatif, anak bisa diberi
pendidikan seks sejak ia bertanya di seputar seks. Bisa jadi pertanyaan anak
tidak terucap lewat kata-kata, untuk itu ekspresi anak harus bisa ditangkap
oleh orangtua atau pendidik. Clara Kriswanto, sebagaimana yang dikutip oleh
Nurhayati Syaifuddin, menyatakan bahwa pendidikan seks untuk anak usia 0-5
tahun adalah dengan teknik atau strategi sebagai berikut.
1. Membantu
anak agar ia merasa nyaman dengan tubuhnya.
2. Memberikan
sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka merasakan kasih sayang dari
orangtuanya secara tulus.
3. Membantu
anak memahami perbedaan perilaku yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan di
depan umum seperti anak selesai mandi harus mengenakan baju kembali di dalam
kamar mandi atau di dalam kamar. Anak diberi tahu tentang hal-hal pribadi,
tidak boleh disentuh, dan dilihat orang lain.
4. Mengajar
anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan.
5. Memberikan
penjelasan tentang proses perkembangan tubuh seperti hamil dan melahirkan dalam
kalimat yang sederhana, bagaimana bayi bisa dalam kandungan ibu sesuai tingkat
kognitif anak. Tidak diperkenankan berbohong kepada anak seperti “adik datang
dari langit atau dibawa burung”. Penjelasan disesuaikan dengan keingintahuan
atau pertanyaan anak misalnya dengan contoh yang terjadi pada binatang.
6. Memberikan
pemahaman tentang fungsi anggota tubuh secara wajar yang mampu menghindarkan
diri dari perasaan malu dan bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya sendiri.
7. Mengajarkan
anak untuk mengetahui nama-nama yang benar pada setiap bagian tubuh dan
fungsinya. Vagina adalah nama alat kelamin perempuan dan penis adalah alat
kelamin pria, daripada mengatakan dompet atau burung.
8. Membantu
anak memahami konsep pribadi dan mengajarkan kepada mereka kalau pembicaraan
seks adalah pribadi.
9. Memberi
dukungan dan suasana kondusif agar anak mau berkonsultasi kepada orangtua untuk
setiap pertanyaan tentang seks.
10. Perlu
ditambahkan, teknik pendidikan seks dengan memberikan pemahaman kepada anak
tentang susunan keluarga (nasab) sehingga memahami struktur sosial dan ajaran
agama yang terkait dengan pergaulan laki-laki dan perempuan. Saat anak sudah
bisa nalar terhadap struktur tersebut orang tua bisa mengkaitkannya dengan
pelajaran fiqh.
11. Membiasakan
dengan pakaian yang sesuai dengan jenis kelaminnya dalam kehidupan sehari hari
dan juga saat melaksanakan salat akan mempermudah anak memahami dan menghormati
anggota tubuhnya.
Sebagaimana telah disebutkan, teknik
pendidikan seks tersebut dilakukan dengan menyesuaikan terhadap kemampuan dan
pemahaman anak sehingga teknik penyampaian dan bahasa amat perlu
dipertimbangkan.
D.
Guru
Pendidikan Seks
Tugas mendidik anak pada dasarnya menjadi kewajiban kedua
orangtua, tetapi karena berbagai keterbatasan, tugas orangtua tersebut dibagi
dengan kerabat dekat, guru, ustadz, kiai, pendidik, beserta masyarakat
lingkungan di mana anak tersebut tinggal.
Pada anak usia 0-5 tahun, peran orangtua
dan guru PAUD menjadi dominan karena mobilitas mereka banyak berpusat pada
keluarga dan PAUD. Di luar itu, anak usia dini berinteraksi dengan teman
bermainnya yang sebaya dalam groupnya. Kebanyakan ibu yang mengambil peran
lebih dibandingkan dengan yang lain. Ibu sebagai penjaga dan pendidik (seks) anak
pada usia dini diharuskan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai
terhadap materi dan strategi pembelajarannya.
Ibu dan perempuan yang pada umumnya
sangat dekat dengan anak-anak memerlukan pendidikan yang cukup dan tidak bisa
lagi ditolerir mereka hanya diajar oleh orang tua secara natural tanpa desain
pembelajaran dan pendidikan yang memadai. Pendidikan perempuan yang berkualitas
harus diupayakan terus-menerus jika masyarakat menginginkan kehidupan masa
depannya menjadi lebih baik dan berperadaban.
E. Tempat
Pendidikan Seks
Terkait dengan tempat pendidikan seks
bagi anak, patut direnungkan pernyataan menarik dari Kuntowijoyo tentang
generasi muslim saat ini yang sulit dikendalikan oleh tokoh-tokoh agama dan
spiritual dan berkoordinasi dengan ulamanya meskipun ia memiliki pemahaman
keagamaan yang memadai. Menurut Kuntowijoyo, hal ini disebabkan oleh mereka
jauh dari masjid dan belajar secara anonim. Artinya, mereka belajar
tidak berhadapan dengan guru atau
ustadz di masjid sebagaimana zaman dahulu biasa dilakukan oleh para remaja
desa. Saat ini para pemuda muslim belajar Islam dari koran, majalah, radio, TV,
dan internet. Tidak ada lagi komunikasi antara guru- murid sehingga tiada pula
interaksi dan ikatan batin dan ruhaniah (spiritual) di antara mereka. Generasi
baru muslim ini telah lahir dari rahim sejarah, tanpa kehadiran sang ayah,
tidak ditunggui saudara-saudaranya. Tangisnya kalah keras oleh gemuruh
teriakan-teriakan reformasi, generasi yang tanpa rujukan yang jelas, generasi
yang tidak mempedulikan anatomi, dan rujukan keilmuannya yang disebutnya
sebagai muslim tanpa masjid.
Pendidikan seks bagi anak sejak dini
harus dilakukan oleh orangtua dan guru dengan berpusat pada masjid. Masjid
dalam arti harfiah, yaitu tempat sujud yang berada di setiap rumah keluarga
muslim karena setiap rumah idealnya disediakan ruang khusus untuk beribadah. Di
masjid dalam arti syar’i, yaitu bangunan yang digunakan untuk beribadah
terutama salat dan menjadi pusat kegiatan pendidikan dan sosial umat. Anak
sejak dini harus diperkenalkan dengan masjid sebagai pusat gerak kehidupannya
sehingga secara psikis-sosio-spiritual, karakter mereka akan terbangun secara
positif. Agar masjid memiliki peran edukatif seperti sebagai tempat mendidik
anak-anak, remaja, dan orangtua masjid harus didesain dengan memperhatikan
kebutuhan warga jamaahnya semisal pendidikan seks, pendidikan kreatif, atau
lainnya. Pendidikan seks yang diadakan oleh remaja atau takmir masjid di masjid
akan memiliki nilai lebih karena sentuhan spiritualnya yang lebih kental.
Masjid bisa sebagai pendidikan
alternatif di saat biaya pendidikan melambung sulit dijangkau oleh masyarakat
umum.
Masjid memberikan multi-pelajaran bagi
yang memanfaatkannya sehingga mereka mampu menyerap ilmu untuk kebahagiaan di
dunianya dan mengambil hikmah untuk persiapan ia kembali dan menghadap kepada
tuhannya.
Pada dasarnya pendidikan seks untuk anak dan
remaja sangat perlu, peran orang tua yang sangat dituntut lebih dominan untuk
memperkenalkan sesuai dengan usia dan perkembangan anak hingga beranjak dewasa.
Memberikan pengetahuan pada remaja tentang resiko seks bebas, baik secara
psikologis maupun emosional, serta sosial, juga akan dapat membantu agar
terhindar dari pelanggaran norma yang berlaku (Ahmad, 2010, ¶ 5).
Pendidikan seks merupakan bagian dari
pendidikan kesehatan reproduksi, sehingga ruang lingkup pendidikan kesehatan
reproduksi lebih luas dan lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan seks (BKKBN, 2009: 3).
Menurut BKKBN (2008: 10) seks berarti
jenis kelamin, yaitu suatu sifat atau ciri yang membedakan laki-laki dan
perempuan, sedangkan seksual berarti yang ada hubungannya dengan seks atau yang
muncul dari seks.
Para remaja memperoleh informasi
mengenai seks dan seksualitas dari berbagai sumber, termasuk dari teman sebaya,
lewat media massa baik cetak maupun elektronik termasuk didalamnya iklan, buku
ataupun situs internet yang khusus menyediakan informasi tentang seks
(Faturrahman, 2010, ¶ 3).
Ketidakpekaan orang tua dan pendidik
terhadap kondisi remaja menyebabkan remaja sering terjatuh pada kegiatan tuna
susila, karena remaja canggung dan enggan untuk bertanya pada orang yang tepat,
semakin menguatkan alasan kenapa remaja sering bersikap tidak tepat terhadap
organ reproduksinya. Data menunjukkan dari remaja usia 12-18 tahun, 16%
mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film porno, dan hanya 5%
dari orang tua (Muzayyanah, 2010, ¶ 2).
Pendidikan seksual merupakan cara
pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi
masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan
seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks
dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Menurut Singgih, D. Gunarsa,
penyampaian materi pendidikan seksual ini idealnya diberikan pertama kali oleh
orang tuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orang tua mau
terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual (Admin, 2008,
¶ 13).
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. Desain
Penelitian
Dengan memperhatikan pada tujuan
penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptif verifikatif.
Penelitian deskriptif ditujukan untuk membuat secara sistematis,
faktual dan akurat terhadap fakta-fakta, sifat-sifat dengan interpretasi yang
tepat . Sifat verifikatif dalam penelitian inipun selain memberikan gambaran
terhadap fenomena-fenomena yang diteliti.
Mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang diteliti. Sesuai dengan
fenomana sosial yang tercermin dalam tujuan penelitian tadi,
maka metode penelitian yang digunakan adalah metode survey eksplanatori
(explanatory survey). Penggunaan metode
ini dimaksudkan bukan hanya untuk menerangkan konsep dan fakta, peristiwa sekarang
ini (explanation), tetapi bermaksud menganalisis dan menjelaskan pengaruh
kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis”.
Dengan survey eksplanatori
diharapkan dapat mengungkap secara cermat tentang pendidikan seks.
B.
Teknik
Pengumpulan Data
Peneliti terlebih dahulu menjelaskan tujuan, manfaat penelitian serta
cara pengisian angket. Responden yang menolak tidak dipaksa untuk mengisi
angket dan responden yang bersedia diminta untuk mengisi kuisioner yang
diberikan peneliti selama ± 15 menit. Responden diberi kesempatan bertanya
selama pengisian angket tentang hal yang tidak dimengerti sehubungan dengan
pertanyaan yang ada dalam angket penelitian, peneliti terlebih dahulu memeriksa
kelengkapan jawaban responden sesuai dengan pertanyaan kuisioner kemudian
seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.
C.
Teknik
Analisis Data
Setelah
semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui
beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan data responden dan memastikan
semua jawaban terisi. Setelah itu, menarik
rata-rata dan kesimpulan dari data tersebut.
BAB
IV
METODOLOGI
A. Data
Dari data responden, di peroleh bahwa
yang pernah mendapatkan pendidikan seks ada 3 orang, dan 3 orang yang tak
pernah sama sekali. Mengenai tentang pentingnya pendidikan seks di ajarkan 4
orang menyatakan sangat penting, dan 2 orang lainnya menyatakan penting.
Selanjutnya, menurut data responden
biasanya anak dapat informasi tentang kesehatan reproduksi dan perilaku
seksual ada 5 orang yang mengatakan dari
media massa dan 1 orang dari sekolah. Mengenai
tentang remaja melakukan hubungan seks
ada 3 orang yang menyatakan pada umur 19 dan 2 orang
mengatakan 17 tahun.
Berdasarkan hasil
analisa 5 orang siswa yang tidak memahami tentang HIV/AIDS, dan 1 siswa sangat memahami tentang
HIV/AIDS. Mengenai tentang hubungan
seksual ada 3 orang membicarakan hubungan seksual dari teman-teman, 2 orang di
sekolah dan 1 orang di keluarga.
Sekitar
4 orang responden merasa tidak
nyaman membahas masalah seks dengan orangtuanya, dan 2 orang mengatakan tidak tahu. Selanjutnya, biasanya
anak mencari informasi tentang pendidikan seks ada 4 orang mengatakan dari media massa dan ada 1 orang mengatakan dari
sekolah
Dari data analisa responden ada 4 orang
mengatakan tidak pernah diajarkan tentang pendidikan seks di lingkungan
keluarga dan 2 orang pernah. Mengenai
tentang mendukung pemberian pendidikan seks yang sesuai dengan agama
semuanya mengatakan sangat setuju.
B.
Hasil
Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan melalui observasi, wawancara dan studi
dokumentasi terhadap responden tentang berbagai hal yang berkenaan dengan permasalahan yang
diteliti. Maka diperoleh hasil penelitian yang dideskripsikan sebagai
berikut :
1. Pendidikan
Seks di sekolah
Dalam
penelitian ini pendidikan seks
dianalisa apakah remaja pernah
atau tidak pernah mendapakan pendidikan seks. Berdasarkan hasil analisa data
sebanyak (50%) mengatakan pernah mendapatkan pendidikan seks, sebanyak (50%)
tidak pernah mendapatkan pendidikan seks. Jika ditanya apa pendidikan seks penting
untuk dipelajari, sekitar 80% mengatakan
sangat penting, 20% mengatakan penting. Sebetulnya, siswa-siswa sering
berkomentar bahwa mereka
tidak tahu cukup
tentang HIV/AIDS, perilaku
seksual beresiko dan masalah seperti
pergaulan bebas dan kontrasepsi. Berdasarkan hasil
analisa data 99% siswa yang tidak
memahami tentang HIV/AIDS, satu siswi
yang setuju tingkat pemahamannya atas HIV/AIDS adalah cukup tinggi.
Setiap sekolah mendekati masalah Pendidikan
Seks secara berbeda. Satu sekolah diteliti mengadakan
acara mengundang ahli
bidang Pendidikan Seks
berpidato satu kali setahun. Dan satu sekolah diteliti
berkerja sama dengan PKBI dan mengadakan Program Peer Educator. Tetapi, satu kesamaan ada
antara semua sekolah. Yaitu, norma-norma dasar berkaitan dengan sikap-sikapnya
sekolahan kepada Pendidikan Seks.
2. Pendidikan
Seks di Lingkungan Keluarga
Berdasarkan hasil responden sekitar 60%
mengatakan remaja mulai berhubungan seks pertama kalinya pada usia 19 tahun,
dan 40% menagatakan 17 tahun dengan mayoritas merupakan mahasiswa. Melihat
fakta dan data ini, kita sudah tidak bisa lagi menganggap seks adalah hal yang
tabu untuk dibahas di lingkungan
keluarga sekalipun. "Alangkah
baiknya bila pendidikan seks
yang tepat dilakukan sedini mungkin untuk mencegah remaja dan kaum muda
ini mendapatkan informasi yang salah.
Orang tua merupakan sumber utama anak
seharusnya mendapatkan pendidikan
seksual. Bukannya malah menghindari topik yang sensitif tersebut, karena
ternyata hasil survei juga menunjukkan bahwa remaja membahas kegiatan
seksualnya dengan teman sebesar 70 %, disusul dengan membahas di sekolah
20%, baru dengan keluarga 10%,
pendidikan seks yang harus diterima anak usia 15-19 tahun adalah
pemahaman bahwa kematangan
seksual yang telah dialami pada usia tersebut
akan bisa membuat
mereka untuk hamil atau
menghamili perempuan. "Bagi
anak lelaki, mereka
harus memahami bahwa
dorongan seksual itu normal tapi
juga harus diajari agar bagaimana cara iseng mereka melepaskan
ketegangan seksual seperti
menarik tali bra teman sekolahnya itu tidak menjadi
pelecehan seksual.
Rata-rata anak tidak pernah diajarkan
pendidikan seks di lingkungan keluarganya, berdasarkan hasil responden 73,4%
mengatakan tidak pernah diajarkan pendidikan seks di lingkungan keluarga, 25,6%
mengatakan kadang-kadang dan 10% mengatakan pernah.
Lingkungan keluarga merupakan kesempatan
bagus untuk penyuluhan masalah seks. Sampai sekarang, kesempatan ini jarang
digunakan oleh orangtua, karena masalah seks
disampingkan atau ditutupi.
Dalam keadaan ini,menurut hasil responden
kaum remaja sering mencari sumber informasi lain untuk memenuhi keingin
tahuannya 95% melaui media massa dan 5% dari sekolah.
Hasil
kwesioner menunjukkan bahwa
orangtua dianggap sumber informasi tentang soal seks yang paling
bermanfaat setelah sekolah. Walaupun begitu, sekitar 80% responden merasa tidak nyaman
membahas masalah seks dengan orangtuanya, dan 20% mengatakan
tidak tahu karena memang tidak pernah membahas tentang seks. Demikian pula, orangtua tidak merasa
nyaman membahas topik seks dengan anaknya.
3. Norma-norma
dan Pendidikan Seks
Soal Pendidikan Seks berhubungan dekat
dengan norma dan nilai masyarakat. Norma-norma
agama sangat jelas di bidang ini, berkaitan dengan ajaran terfokus pada
penahanan nafsu, dan ajaran resikonya.
Satu pokok ajaran Pendidikan Seks di
SMA-SMA diteliti adalah
penahanan nafsu. Guru diwawancarai mendukung pemantangan diantara para siswa. Peran
kuat yang diambil
guru-guru untuk mendorong penahanan
nafsu dan mendukung pemantangan diantara para siswa. Pendekatan ini
sering memakai contoh-contoh ‘bahayanya’ dan ‘resikonya’ berhubungan seks
pra-nikah. Misalnya, seorang siswa menjelaskan
bahwa ‘kalau pelajaran tentang seks itu guru BK selalu
bilang kalau seks pra-nikah terjadi bisa merusak masa depan, misalnya
kalau cewek kehamilan, pastilah jadi D.O [drop-out] dan masa depannya
dihancurkan.
Yang
tetap harus dipertanyakan, apakah ajaran penahanan nafsu cukup untuk
melindungi kesehatan kaum muda? Menurut penelitian diterbit di Amerika Selama
baru-baru ini, pendekatan Pendidikan Seks yang memfokuskan penahanan nafsu saja
(Abstinence-Only approach) tidak berhasil menunda mulainya berhubungan seks
antara kaum remaja. Walaupun keadaan di Amerika Serikat memang berbeda dari
Indonesia, kenaikan kejadian hubungan seks antara kaum remaja di Indonesia
menunjukkan setingkat kesamaan antara kecenderungan kaum remaja, dan kebutuhan
untuk pendidikan lebih dalam daripada pengajaran Abstinence-Only.
Satu keadaan yang mencerminkan norma
masyarakat di ruang sekolah adalah
tanggapan sekolah terhadap
kejadian kehamilan pra-nikah. Kehamilan pra-nikah memang sering terjadi saat ini
antara kaum bersekolah - setiap siswa diwawancarai menceritakan tentang teman
sebaya di sekolah atau kampung yang mengalami masalah ini. Sebenarnya, menurut
aturan Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) perempuan yang
kehamilan saat bersekolah
harus dikeluarkan. Menurut guru-guru, ada beberapa alasan untuk aturan
ini. Pertama, demi kepentingan siswa perempuan – kalau melanjutkan sekolah,
akan mengalami suasana tidak enak, dengan banyak gosip. Kedua, ada
yang khawatir tentang pengaruh tak sehat – kalau seorang
perempuan jelas pernah melakukan hubungan seks, mungkin teman sebayanya akan
dipengaruhi dan melakukan ‘ikut-ikutan’.
Dan ketiga, perempuan hamil dikeluarkan demi nama sekolahnya. Hal ini sangat tabu, dan dianggap ‘aib’ –
yaitu mempermalukan keluarganya yang terlibat, seterusnya sekolah yang kelihatannya
gagal memberikan norma-norma yang kuat kepada para siswanya.
Para siswa mendukung pemberian
Pendidikan Seks yang sesuai dengan agamanya. Dari hasil responden 100% sangat
setuju untuk mendukung pendidikan seks
yang sesuai dengan agamanya.
C.
Pembahasan
1. Pengertian Pendidikan Seks
Pendidikan seks dapat diartikan sebagai
penerangan tentang anatomi fisiologi
seks manusia, bahaya penyakit kelamin. Pendidikan seks adalah
membimbing serta mengasuh
seseorang agar mengerti tentang
arti,fungsi,dan tujuan seks,
sehingga ia dapat
menyalurkan secara baik,benar,dan legal. Pendidikan seks dapat
dibedakan antara seks instruction dan education in sexuality. Sex
instruction ialah penerangan mengenai anatomi, seperti pertumbuhan
rambut pada ketiak, dan mengenai biologi dari reproduksi,yaitu proses
berkembang biak melalui hubungan untuk
mempertahankan jenisnya.Termasuk didalamnya pembinaan keluarga dan metode
kontrasepsi dalam mencegah terjadinya kehamilan.Education in sexuality meliputi
bidang-bidang etika, moral, fisiologi, ekonomi, dan pengetahuan lainnya yang di butuhkan agar
seseorang dapat memahami dirinya sendiri sebagai individual seksual, serta
mengadakan hubungan interpersonal yang baik.
2. Tujuan
Pendidikan Seks
Tujuan pendikan seks secara umum sesuai
dengan kesepakatan interpersonal”conference of sex education anfd family
planning pada tahun 1962,adalah:” Untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa
yang dapat menjalankan kehidupan yang
bahagia. Serta bertanggung jawab
terhadap dirinya dan terdapat orang lain.
Tujuan pendidikan seks
a. Membentuk
pengertian tentang perbedaan seks antara pria dan wanita dalam
keluarga,pekerjaan dan seluruh kehidupan,yang selalu berubah dan berbeda dalam
tiap masyarakat dan kebudayaan.
b. Membentuk
pengertian tentang peranan seks dalam kehidupan manusia dan keluarga.
c. Mengembangkan
pengertian diri sendiri sehubungan dengan fungsi dan kebutuhan seks.
d. Membantu
siswa dalam mengembangkan kepribadian sehingga mampu mengambil keputusan yang
bertanggung jawab.
Jadi
tujuan pendidikan seks adalah
untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual, dan membimbing anak
ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab (terutama dalam kehidupan
seksualnya). Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu
yang menjijikan dan kotor. Tetapi
merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, belajar
menghargai kemampuan seksnya dan
hanya menyalurkan dorongan
tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.
3. Manfaat
Pendidikan Seks
Adapun manfaat dari pendidikan seks
yaitu :
·
Memberikan pengertian yang memadai
mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan
dengan masalah seksual pada remaja.
·
Mengurangi ketakutan dan kecemasan
sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan
tanggung jawab)
·
Membentuk sikap dan memberikan
pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi
·
Memberikan pengertian bahwa hubungan antara
manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
·
Memberikan pengertian mengenai kebutuhan
nilai moral yang esensialuntuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat
keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
·
Memberikan pengetahuan tentang kesalahan
dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan
eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
·
Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan
terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
·
Memberikan pengertian dan kondisi yang
dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif
dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orangtua, anggota
masyarakat.
4. Materi
Pendidikan Seks
Materi pendidikans seks sangat
bervariasi dibicarakan dikalangan remaja (BKKBN, 2008: 66) adalah sebagai
berikut:
1) Tumbuh
kembang remaja
Tumbuh ialah tahap perubahan ukuran dan
bentuk tubuh atau anggota tubuh.
Tumbuh kembang remaja ialah tahap
perubahan fisik dan psikologi remaja.
Prinsip tumbuh kembang remaja
a) Tumbuh
kembang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan yang saling
mempengaruhi secara timbal balik.
b) Tumbuh
kembang mengikuti pola atau aturan tertentu dan berkesinambungan.
c) Setiap
anak memiliki ciri dan sifat yang khas, sehingga tidak ada dua anak yang persis
sama, walaupun mereka kembar.
d) Tumbuh
kembang pada masa remaja paling mencolok dan mudah diamati.
e) Kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan remaja laki-laki dan perempuan berbeda.
·
Remaja wanita mengalami pertumbuhan
lebih cepat pada usia 10-13 tahun.
·
Remaja laki-laki mengalami pertumbuhan
lebih cepat pada usia 13-15 tahun.
·
Usia ini disebut masa pertumbuhan yang
cepat atau masa akil baliq.
2) Faktor-faktor
yang mempengaruhi tumbuh kembang remaja yaitu :
a. Faktor
bawaan
Faktor bawaan adalah faktor yang berasal
dari dalam diri seseorang, yang diturunkan dari kedua orang tuanya.
b. Faktor
lingkungan
Faktor lingkungan adalah faktor yang
berasal dari luar seseorang seperti lingkungan keluarga, sosial, pendidikan,
kesehatan dan lain-lain.
Beberapa hal perlu diketahui oleh remaja
pada saat awal masa tumbuh kembangnya, yaitu tentang seksualitas, pubertas,
mimpi basah, menstruasi dan organ reproduksi:
·
Seksualitas
Seksualitas adalah segala sesuatu yang
menyangkut sikap dan perilaku seksual maupun orientasi seksual.
·
Pubertas
Masa pubertas adalah masa di mana
seseorang mengalami perubahan struktur tubuh dari anak-anak menjadi dewasa dan
perubahan psikis.
·
Mimpi basah
Mimpi basah adalah keluarnya sperma
tanpa rangsangan pada saat tidur, dan umumnya terjadi pada saat mimpi tentang
seks.
·
Menstruasi
Menstruasi adalah proses peluruhan
lapisan dalam/endometrium yang banyak mengandung pembuluh darah dari uterua
melalui vagina secara periodik dan berkala.
·
Organ reproduksi
-
Organ Reproduksi Wanita adalah
1).Ovarium (indung telur). 2).Tuba falopi (saluran telur). 3).Fimbrae
(umbai-umbai). 4).Uterus (rahim). 5).Cervix Uteri (leher rahim). 6).Vagina
(lubang senggama).
-
Organ Reproduksi Laki-Laki adalah
1).Penis. 2).Glans. 3).Uretra. 4).Vas deferens. 5).Epididimis. 6).Testis.
7).Scrotum. 8).Kelenjar prostat. 9).Vesikula seminalis
-
Pada akhirnya, semua cara yang digunakan
dalam menyampaikan pendidikan seks tersebut, berpulang kepada setiap orang tua.
Artinya, orang tua harus berusaha mencari cara-cara yang khusus dan praktis
tentang penyampaian pendidikan seks sesuai dengan kemampuannya. Dengan
demikian, para remaja akan lebih menghargai dan mengetahui hubungan seksual
yang sebenarnya bila saatnya tiba nanti.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa remaja adalah masa peralihan dimana
seseorang berpindah dari kanak-kanak menjadi dewasa, dalam masa ini berbagai
perubahan jasmaniah, rohaniah, dan sosial terjadi dengan jelas. Perubahan itu
biasanya disertai oleh bernacam-macam problema yang timbul karena tidak
dipersiapakannya jiwa remaja untuk menghadapi perubahan tersebut ditambah lagi
dengan tidak dimengertinya orang tua, guru dan masyarakat tentang ciri
pertumbuhan remaja itu sendiri dan oleh sebab itu timbul berbagai problema
remaja dan bila problema itu tidak terselesaikan maka akan muncul kenakalan
remaja. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan perhatian orang tua dan masyarakat
dalam menghadapi problema remaja agar tidak menjurus pada kenakalan remaja.
Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan remaja yaitu dengan memberi kemudahan
bagi remaja dalam pendidikan seperti memudahkan administrasi keuangan sekolah
bagi anak yang tidak mampu sehingga keuangan sekolah akan sedikit terbantu dan
remaja tidak terjerumus pada kejahatan
B. Saran
Fokusnya utama Pendidikan Seks adalah
pendidikan dan pengetahuan daripada seks. Pendidikan Seks mampu menyelamatkan
kaum remaja dari keadaan yang tidak sehat atau berbahaya untuk kesehatannya.
Seharusnya Pendidikan Seks tidak dianggap tabu dan tidak ditutu- tutupi lagi.
Sebagai suatu cabang, masyarakat yang
mampu sebagian besar penduduk kaum muda, ruang sekolah seharusnya mengambil
peran utama untuk memberi Pendidikan Seks ini.
Sebaiknya pemerintah bertindak
mengembangkan program Pendidikan Seks dengan bahan-bahan resmi untuk disediakan
setiap sekolah. Lebih banyak dana seharusnya diberikan dibidang Pendidikan,
untuk menyakinkan setiap siswa mengalami kesempatan untuk mengakses informasi
yang dibutuhkan. Program Pendidikan Seks seharusnya mencapai keseimbangan
antara pengetahuan lengkap dan norma-norma kebudayaan dan agama Indonesia.
Bagi para pembaca marilah kita
bersama-sama ikut adil dalam menerapkan "Hidup gaul tanpa HIV/AIDS, baik
dengan menjadi individu yang menjauhi pergaulan bebas dan juga dalam memotivasi
kepada orang-orang di sekeliling kita. Dalam hal ini media masa juga
menampilkan hal-hal positif yang perlu dilakukan. Bukan malah menampilkan
flim-flim yang menunjukkan hebohnya gemerlap dunia malam dan maraknya pergaulan
bebas yang disalah tafsirkan merupakan suatu kebanggaan para remaja. Sehingga
hal tersebut menjadi makanan sehari-hari. Semua pihak perlu berperan untuk
menanamkan "gaul tanpa HIV/AIDS." Terutama diri kita sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.2010.http://repository.upi.edu/operator/upload/s_plb_044677_chapter1.pdf. Diakses tanggal 10 Desember 2011
Anonim.
2010.
http://amaliandini.wordpress.com/2010/07/02/for-you-and-for-me/ .
Diakses pada tanggal 10 Desember 2011.
Anonim.2010.http://repository.upi.edu/operator/upload/s_ktp_054022_chapter2.pdf.
Diakses pada tanggal 13 Desember 2011.
Anonim.2010.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27235/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 15 Desember 2011.
Anonim.2010.
http://n4c1pluk.wordpress.com/pendidikan-tentang-seks/. Diakses pada tanggal 19 desember 2011
Anonim.2010.
http://www.scribd.com/doc/54777642/7-pendidikan-seks-pada-anak-usia-dini-m-roqib.
Diakses pada tanggal 19 Desember 2011
Anonim.
2011. http://duniabaca.com/pengertian-pendidikan-seks-dan-manfaatnya.htmll.
Diakses pada tanggal 19 Desember 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar