MYOMA UTERI


A.    PENGERTIAN
O  Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus (Prawirohardjo. 1991 : 281).
O  Myoma uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan berbagai komposisi jaringan ikat (Manuaba. 2001 : 600).
O  Myoma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas (Price. 1995 : 1135).
O  Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat (Mansjoer. 1999 : 387).
O  Myoma uteri adalah tumor jinak kandungan (uterus) yang terdiri atas otot polos dan jaringan ikat (Dhanardono, 2006).


B.     KLASIFIKASI
Œ   Myoma uteri sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi 3 jenis :
§  Myoma uteri subserosum.
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri. Dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Myoma jenis ini dikenal sebagai myoma jenis parasitic. Gejalanya timbul rasa sakit yang sangat dan mendadak sehingga penderita dapat shock.
§  Myoma uteri intramural.
Disebut juga myoma intrapitelial, biasanya mutiple apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol.
§  Myoma uteri submukosa.

Œ   Berdasarkan lokasinya myoma uteri dibagi dalam 3 jenis :
§  Pertumbuhan tetap di dalam dinding rahim.
§  Pertumbuhan ke arah rongga rahim.
§  Pertumbuhan ke arah permukaan dinding rahim dan rongga perut.
(Juanita, 2006).

C.    ETIOLOGI
Walaupun jelas bahwa myoma uteri berasal dari otot polos uterus, namun kurang diketahui faktor-faktor apa yang menyebabkan tumbuhnya tumor dari otot-otot tersebut. Banyak penulis menyokong teori stimulasi oleh estrogen sebagai faktor etiologi, mengingat bahwa : (1) mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil, (2) neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche, (3) mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause,(4) hiperplasia endometrium sering ditemukan bersamaan dengan mioma uteri. Sebaliknya , banyak ahli meragukan kebenaran teori ini karena jika benar stimulasi dengan estrogen menjadi penyebab tumbuhnya mioma uteri, mengapa tidak pada semua wanita dalam masa reproduksi terdapat neoplasma ini, melainkan hanya pada 20% saja.
Meyer dan De Snoo mengusulkan teori cell nest atau teori genitoblas. Pendapat ini lebih lanjut diperkuat oleh hasil penelitian Miller dan Lipschutz yang mengutarakan bahwa terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus-menerus oleh estrogen.
(Prawirohardjo.1991).

D.    PATOFISIOLOGI
Leiomioma diklasifikasikan menurut lokasinya yaitu : tumor intramural, tumor subserosa, tumor submukosa. Tumor-tumor ini juga dapat bertangkai dan dapat menonjol ke dalam rongga uterus, melalui osteum serviks ke dalam vagina, atau keluar melalui lubang vagina.
Ukuran dari leiomioma sangat bervariasi dan dapat begitu besar sehingga memenuhi rongga panggul dan abdomen. Tumor ini dapat berdegenerasi karena perubahan dalam aliran darah yang menuju tumor akibat pertumbuhan, kehamilan atau atrofi uterus pada menopause. Torsi/terputarnya tumor leiomioma bertangkai dapat juga terjadi.
(Price. 1995).
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit (seedling) yang kecil di dalam miometrium dan lambat laun membesar. Karena pertumbuhan ini, miometrium terdesak dan menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semu yang mengelilingi tumor. Di dalam uterus mungkin ada satu mioma, akan tetapi jumlah mioma biasanya banyak. Pernah ditemukan sampai 200 mioma dalam satu uterus, akan tetapi biasanya hanya 5 sampai 30 buah saja. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri, maka korpus ini tampak bundar, dengan konsistensi padat. Jika terdapat banyak mioma, maka uterus mempunyai bentuk berbenjol-benjol dengan konsistensi padat. Besar uterus tergantung dari besar mioma masing-masing; berat uterus bisa sampai 5 kg atau lebih.
(Prawirohardjo.1991).

E.     MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder, dan komplikasi serta hanya terdapat pada 35-50% penderita hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvic rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka mengandung satu tumor dalam uterus.
Manifestasi klinis digolongkan menjadi :
Œ   Perdarahan tidak normal, yaitu dismenorea, menoragi, metroragi.
Perdarahan ini sering bersifat hipermenorea; mekanisme perdarahan ini tidak diketahui benar, akan tetapi faktor-faktor yang kiranya memegang peranan dalam hal ini ialah meluasnya permukaan endometrium dan gangguan dalam kontraktibilitas miometrium. Karel Tangkudung menemukan menoragia sebanyak 33,8% . pendarahan dapat juga bersifat metroragia. Pendarahan ini bisa disebabkan oleh mioma submukosum, akan tetapi mungkin disebabkan oleh hal lain , seperti hiperplasia endometrium, atau adenokarsinoma endometrii. Oleh karena itu, pendarahan tidak normal dan khususnya metroragia harus dianggap sebagai tanda yang penting, yang mengharuskan kita melakukan pemeriksaan yang cermat sebelum kita dapat mengatakan bahwa pendarahan tadi seluruhnya disebabkan oleh mioma uteri.

Œ   Rasa nyeri.
Rasa nyeri bukan suatu gejala yang menonjol, akan tetapi dapat terjadi jika :
§  Mioma menyempitkan kanalis servikalis.
§  Mioma submukosum sedang dikeluarkan dari rongga rahim.
§  Ada penyakit adneks (terjadi pada 12% dari kasus-kasus mioma) seperti adneksitis, salpingitis, ooforitis.
§  Terjadi degenerasi merah atau putaran tangkai.
Rasa nyeri pada mioma tidak jarang terjadi di sekitar waktu haid (dismenorea). Karel Tangkudung menemukan dismenorea sebanyak 20,4%, Rono Sulistyo 13,7%.

Œ   Tanda-tanda penekanan.
Terdapatnya tanda-tanda penekanan tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri. Tekanan bisa terjadi pada traktus urinarius, pada usus, dan pada pembuluh-pembuluh darah. Akibat tekanan terhadap kandung kencing ialah distorsi dengan gangguan miksi, dan terhadap ureter bisa menyebabkan hidro-ureter. Jarang sekali mioma uteri yang mengisi rongga pelvis menyebabkan retensio urinae. Tekanan pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan nyeri pada defekasi. Tekanan terhadap pembuluh-pembuluh darah dalam panggul bisa menimbulkan pembesaran pembuluh-pembuluh vena, edema pada tungkai, dan rasa nyeri pelvic.



Œ   Infertilitas dan abortus.
Infertilitas bisa terjadi jika mioma intramural menutup atau menekan pars interstisialis tubae; mioma submukosum memudahkan terjadinya abortus. Apabila ditemukan mioma pada wanita dengan keluhan infertilitas, harus dilakukan pemeriksaan yang seksama terhadap sebab-sebab lain dari fertilitas, sebelum menghubungkannya dengan adanya mioma uteri.

F.     KOMPLIKASI
   Pertumbuhan leimiosarkoma.
Ini ialah tumor yang tumbuh dari miometrium, dan merupakan 50-75% dari semua sarcoma uteri. Pada 6000 kasus mioma uteri Novak menemukan angka kejadian sarcoma kurang dari 0,6%. Karel Tangkudung dan Susilo menemukan masing-masing satu kasus diantara 210 dan 312 mioma uteri, memberi frekuensi sebesar 0,48% dan 0,32%. Kecurigaan terhadap sarcoma pada mioma uteri timbul apabila suatu mioma uteri yang selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong-konyong menjadi besar, apalagi jika hal itu terjadi sesudah menopause. Yang dalam hal ini menjadi persoalan ialah apakah sarcoma tumbuh dalan jaringan mioma sendiri atau dalam jaringan miometrium diluar mioma.

   Torsi (putaran tangkai).
Ada kalanya tagkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan, dan akan nampak gambaran klinik dari abdomen akut. Sebaliknya, jika putaran terjadi perlahanlahan, maka tidak terjadi gangguan akut, dan mioma sempat mendapat darah dari jaringan terdekat dan lambat laun ia bergantung seluruhnya kepada pemberian darah diluar uterus. Dalam hal ini mioma berdiri sendiri dan hidupnya tak bergantung lagi pada pemberian darah melalui tangkainya; akhirnya, putuslah hubungannya dengan uterus, dan sekarang ia menjadi satu mioma parasitic atau mioma mengembara (wandering myoma). Mioma demikian itu berada bebas dalam rongga perut dan menimbulkan kesukaran diagnostik.

   Nekrosis dan infeksi.
Pada mioma submukosum yang menjadi polip, ujung tumor kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di vagina. Dalam hal ini ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder. Penderita mengeluh tentang perdarahan yang bersifat menoragia atau metroragia, dan leukorea.

G.    PROGNOSIS
Rekurensi setelah miomektomi terdapat pada 15-40% penderita dan 2/3-nya memerlukan pembedahan lagi.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan ginekologis :
§  Dijumpai kebetulan karena tanpa gejala.
§  Hasil pemeriksaan dalam diikuti > 10 cm/ USG.

I.       PENATALAKSANAAN
Mungkin tidak diperlukan suatu pengobatan pada mioma uteri. Ini satu konsep yang penting sekali. Beck dan Whitehouse mengutarakan bahwa 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun. Oleh sebab itu, jika mioma uteri masih kecil (tidak lebih besar dari tinju) dan tidak menimbulkan gejala, dan khususnya bagi penderita yang mendekati masa menopause, pengobatan tidak diperlukan; cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara rutin tiap 3 atau 6 bulan. Dengan cara ini, pertumbuhan yang cepat atau adanya komplikasi dapat diketahui. Perlu diingat bahwa penderita dengan mioma uteri datangnya menopause bisa terlambat.

Pengobatan penunjang
Khusus sebagai penunjang pengobatan bagi penderita dengan anemia karena hipermenorea, dapat diberikan ferrum, transfuse darah, diet kaya protein, kalsium dan vitamin C. Sementara direncanakan pengobatan yang definitif.

Pengobatan operatif.
Miomektomi.
Miomektomi atau operasi pengangkatan mioma tanpa mengorbankan uterus dilakukan pada mioma subserosum bertangkai, atau jika uterus masih hendak dipertahankan. Hal ini terdapat apabila penderita masih ingin dapat anak lagi, atau apabila yang bersangkutan – biasanya wanita muda – masih ingin mempertahankan haid. Victor Bonney mencapai dengan operasi ini 38% kehamilan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dalam vagina, umumnya tumor dapat diangkat per vaginam tanpa mengangkat uterus.
Keberatan terhadap miomektomi ialah :
a)       Angka residif 2,10%. Mungkin hal ini disebabkan oelh kurang ketelitian waktu operasi, akan tetapi mungkin pula ada mioma-mioma sangat kecil yang tidak terlihat pada operasi, dan mioma ini kemudian menjadi besar.
b)      Perdarahan pada operasi ini kadang-kadang banyak.

Histerektomi
Jika mioma uteri peril dioperasi, maka tindakan terpilih (method of choise) ialah histerektomi. Umumnya dilakukan histerektomi abdominal, akan tetapi jika uterusnya tidak terlalu besar dan apalagi jika terdapat pula prolaps uteri, histerektomi vaginal dapat dipertimbangkan. Pada histerektomi, mioma pada serviks uteri perlu diperhatikan jalannya ureter. Pada histerektomi umumnya dipilih histerektomi total, akan tetapi kadang-kadang kesukaran teknis memaksa kita untuk melakukan histerektomi supravaginal.

Sinar Roentgen dan Radium
Terapi ini dilakukan pada penderita mioma uteri yang memerlukan operasi, akan tetapi kesehatan umumnya merupakan kontraindikasi terhadap tindakan tersebut. Sebelum dilakukan pengobatan dengan sinar, harus dilakukan kerokan dahulu untuk mengetahui bahwa tidak ada karsinoma endometrii. Dengan penyinaran, fungsi ovarium dihentikan dan tumor akan mengecil. Pemberian sinar Roentgen dalam hal ini lebih baik daripada pemberian Radium oleh karena yang terakhir ini dapat menyebabkan nekrosis dan infeksi pada tumor.























ASUHAN KEPERAWATAN

A.     PENGKAJIAN
1.       Wawancara.
Riwayat obstetrik :
§  Riwayat kesehatan sekarang.
§  Riwayat kesehatan keluarga.
§  Riwayat menstruasi.
§  Riwayat menarche, umur berapa?
§  Riwayat kehamilan/persalinan.
§  Riwayat ginekologi.
2.       Pemeriksaan Fisik.
§  TTV.
§  Pemeriksaan abdomen.
-        Teraba massa/benjolan pada perut bagian bawah, keras, imobilitas (tidak dapat digerakkan).
§  DC.
§  Infus.
§  Perdarahan/hemoragi.
3.       Pemeriksaan Penunjang.
§  Pemeriksaan laboratorium.
§  Pemeriksaan USG.

B.     ANALISA DATA
Pre Operatif
No
Data
Problem
Etiologi
1.
DS
:
-
Cemas
Ketidakcukupan pengetahuan terhadap prosedur tindakan operasi
DO
:
Pasien memperlihatkan ekspresi cemas.
2.
DS
:
-
Pemenuhan istirahat terganggu

DO
:
Pasien terlihat lemas.
3.
DS
:
-
Kurang pengetahuan klien tentang penyakitnya
Ketidakcukupan informasi tentang penyakitnya
DO
:
Pasien sering menanyakan penyakitnya.

Post Operatif
No
Data
Problem
Etiologi
1.
DS
:
-
Nyeri
Ketidakcukupan pengetahuan terhadap prosedur tindakan operasi
DO
:
Wajah pasien tampak nyeri.
Skala nyeri 5.
2.
DS
:
-
Kerusakan mobilitas fisik
Nyeri abdomen
DO
:
Pasien tirah baring.
Kebutuhan pasien dipenuhi keluarga.
3.
DS
:
-
Resiko tinggi infeksi
Invasi mikroorganisme sekunder terhadap luka post operasi, pemasangan infuse dan DC
DO
:
Adanya luka post operasi.





C.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
  1. Cemas berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan terhadap prosedur tindakan operasi.
  2. Pemenuhan istirahat terganggu berhubungan dengan ansietas.
  3. Kurang pengetahuan klien tentang penyakitnya berhubungan dengan ketidakcukupan informasi tentang penyakitnya.

Post Operasi
  1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder terhadap tindakan operasi.
  2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri abdomen.
  3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme sekunder terhadap luka post operasi, pemasangan infuse dan DC.

D.     INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Operasi
1.       Diagnosa Keperawatan I :
Cemas berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan terhadap prosedur tindakan operasi.
Kriteria Hasil :
-        Menunjukkan penurunan rasa takut dan cemas ke tingkat yang dapat diatasi, melaporkan bahwa telah mengetahui prosedur operasi.
Intervensi :
a.       Kaji tingkat kecemasan pasien.
Rasional  :  Untuk mengetahui seberapa jauh pasien mempersiapkan diri untuk menghadapi operasi dan sebagai acuan untuk melaksanakan intervensi selanjutnya.
b.       Monitor TTV.
Rasional  :  Untuk mengenal indikasi, dapat merupakan data penunjang atau pendukung kecemasan pasien, karena kecemasan dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah, dan peningkatan nadi.
c.       Berikan informasi sederhana tentang persiapan dan tindakan operasi.
Rasional  :  Pemberian informasi yang sederhana tentang persiapan dan tindakan operasi membantu pemahaman pada pasien lebih cepat.
d.      Kurangi rasa cemas dengan memberi kesempatan pada pasien untuk ungkapan isi hatinya.
Rasional  :  Dengan memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan isi kati dan perasaannya maka kecemasan dapat terkurangi.
e.       Persiapkan pasien untuk melaksanakan operasi.
Rasional  :  Untuk mencegah kekurangan-kekurangan yang terjadi sebelum operasi dilakukan.
f.        Anjurkan berdoa sebelum masuk ruang operasi.
Rasional  :  Sebagai makhluk yang mempunyai kepercayaan terhadap Tuhan YME sudah menjadi kewajibannya untuk senantiasa berdoa sebelum melakukan sesuatu hal dalam ini operasi.
g.       Berikan support mental dan libatkan keluarga untuk mendampingi pasien, mengantar operasi.
Rasional  :  Support mental yang diberikan keluarga akan sangat membantu ketenangan pasien dalam menjalani operasi.
h.       Kolaborasi medis dokter tentang obat-obat premedikasi.
Rasional  :  Obat-obat premedikasi yang diberikan sebelum operasi merupakan cara supaya operasi berjalan dengan lancer dan pasien tidak merasakan sakit pada waktu dilakukan tindakan pembedahan.

2.       Diagnosa Keperawatan II :
Pemenuhan istirahat terganggu berhubungan dengan ansietas.
Kriteria Hasil :
-        Pasien dapat beristirahat/tidur dengan nyaman.
Intervensi :
a.       Jelaskan arti penting istirahat.
Rasional  :  Diharapkan dengan mengetahui arti penting istirahat klien lebih terdorong untuk beristirahat dengan seoptimal mungkin.
b.       Kaji kebiasaan istirahat pasien.
Rasional  :  Mengetahui seberapa besar kebutuhan istirahat pasien.
c.       Berikan kesempatan untuk pasien istirahat.
Rasional  :  Dengan demikian diharapkan dapat memanfaatkan waktu untuk beristirahat.
d.      Atur lingkungan yang terapeutik.
Rasional  :  Dengan lingkungan yang terapeutik, tenang, dan nyaman dapat membuat klien merasa nyaman dank lien dapat tidur dengan cukup.
e.       Anjurkan untuk membatasi makanan dan minuman yang dapat menghambat tidur (kafein).
Rasional  :  Makanan dan minuman yang berkafein dapat membuat klien semakin susah untuk tidur karena zat ini merangsang otak untuk selalu waspada.

3.       Diagnosa Keperawatan III :
Kurang pengetahuan klien tentang penyakitnya berhubungan dengan ketidakcukupan informasi tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
-        Mengutamakan pemahaman proses penyakit/proses pre operasi dan harapan pasca operasi.
Intervensi :
a.       Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
Rasional  :  Untuk mengukur seberapa dalam pengetahuan yang dimiliki pasien sehingga mempermudah intervensi selanjutnya.
b.       Beri pengertian tentang penyakitnya.
Rasional  :  Penjelasan tentang pengertian penyakitnya dapat menambah luas wawasan dari pasien.
c.       Berikan kesempatan pada pasien untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti oleh pasien.
Rasional  :  Dengan memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya dapat mengetahui seberapa tingkat pemahaman pasien.
d.      Berikan penjelasan yang sesuai dengan pengetahuannya.
Rasional  :  Tingkat pengetahuan pasien penting dalam proses pemahaman penjelasan yang telah diberikan.
e.       Berikan penjelasan tentang penyakitnya dengan memperhatikan respon pasien, seperti mengangguk, binggung.
Rasional  :  Untuk mengetahui apakah pasien dapat memahami/tidak, penjelasan yang telah diberikan.

Post Operasi
1.       Diagnosa Keperawatan I :
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder terhadap tindakan operasi.
Kriteria Hasil :
-        Pasien mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol/dihilangkan. Tampak santai, dapat beristirahat/tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
a.       Kaji karakteristik nyeri (lokasi, kedalaman, intensitas).
Rasional  :  Dengan mengetahui lokasi nyeri, kedalaman, dan intensitas nyeri dapat diketahui bagaimana cara mengatasi nyeri.
b.       Kaji skala nyeri.
Rasional  :  Untuk mengetahui skala nyeri yang dirasakan pasien dan sebagai dasar intervensi selanjutnya.
c.       Ajarkan teknik relaksasi non invasive.
Rasional  :  Dapat melepaskan ketegangan otot dan emosional, meningkatkan kemampuan koping.
d.      Motivasi untuk menerapkan teknik relaksasi.
Rasional  :  Untuk mempercepat tercapainya tujuan.
e.       Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman.
Rasional  :  Menempatkan posisi pasien pada posisi yang nyaman membantu mengurangi penekanan dan mencegah otot-otot yang tegang serta dapat meningkatkan sirkulasi.
f.        Monitor TTV.
Rasional  :  Untuk mengenal indikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil yang diharapkan, sebagai apsien mengalami penurunan TD/peningkatan TD yang akan kembali dalam jangkauan normal setelah nyeri hilang.
g.       Jelaskan penyebab nyeri.
Rasional  :  Dengan mengetahui penyebab nyeri diharapkan klien mengetahui apa yang dapat memperberat dan memperingan nyeri.
h.       Atur lingkungan yang terapeutik.
Rasional  :  Dengan lingkungan yang terapeutik yaitu tenang dan nyaman akan memberikan ketenangan dan bantuan secara psikologis.
i.         Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik.
Rasional  :  Dengan pemberian analgetik diharapkan dapat meringankan nyeri yang hebat dan mempersingkat perasaan ketidaknyamanan.

2.       Diagnosa Keperawatan II :
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri abdomen.
Kriteria Hasil :
-        Pasien mengutarakan keinginan dan berpartisipasi dalam aktivitas, mendemonstrasikan tingkah laku yang meningkatkan kelangsungan/melakukan kembali aktivitas.
Intervensi :
a.       Kaji KU pasien.
Rasional  :  Untuk mengetahui keadaan pasien sehingga dapat ditentukan rencana tindakan yang akan dilakukan.
b.       Jelaskan pentingnya mobilisasi pasien.
Rasional  :  Untuk motivasi agar pasien mau melakukan mobilisasi yang akan mempercepat proses penyembuhan.
c.       Ajarkan mobilisasi secara bertahap.
Rasional  :  Mobilitas secara bertahap akan lebih berhasil menuju proses penyembuhan.
d.      Motivasi pasien untuk mobilisasi secara bertahap.
Rasional  :  Motivasi dan bantuan perawat sangat dibutuhkan pasien dalam proses penyembuhan.
e.       Mobilisasi pasien (seharusnya keluarga) untuk membantu pasien memenuhi kebutuhannya.
Rasional  :  Peran keluarga sangat membantu tugas perawat sebagai motivator bagi pasien.

3.       Diagnosa Keperawatan III :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme sekunder terhadap luka post operasi, pemasangan infuse dan DC.
Kriteria Hasil :
-        Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan melakukan tibdakan pencegahan yang tepat untuk mencegah infeksi.
Intervensi :
a.       Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional  :  Semakin cepat tanda infeksi ditemukan/terdeteksi, dan semakin cepat ditangani maka semakin tinggi kemungkinan infeksi dapat diatasi.
b.       Monitor tanda-tanda vital.
Rasional  :  Sebagai tanda petunjuk adanya/terjadinya infeksi.
c.       Lakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik.
Rasional  :  Melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi.
d.      Lakukan dressing (seharusnya redressing) infuse.
Rasional  :  Untuk menjaga kebersihan daerah pemasangan infuse.
e.       Berikan perawatan kebersihan daerah vagina dan kateter.
Rasional  :  Mikroorganisme dapat masuk melewati suatu lubang dan bersarang di tempat tersebut sehingga perlu dibersihkan daerah-derah yang mempunyai potensi untuk hidupnya mikroorganisme.
f.        Kolaborasi medis tentang pemberian obat untuk mencegah infeksi/antibiotik.
Rasional  :  Untuk mencegah timbulnya infeksi.







DAFTAR PUSTAKA

Dhanardono, Denny. (2006). Kenali tumor kandungan mioma uteri. Terdapat pada :    http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=2&id=243235&kat_id=105&kat_id1=150&kat_id2=204. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2006.

Iskandar, Sugi S. (2006). Mengenal kista, mioma, dan endometritis. Terdapat pada : http://tabloidnova.com/articles.asp?id=9220&no=1. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2006.

Iskandar, Sugi S. (2006). Mengenal kista, mioma, dan endometritis. Terdapat pada : http://oetjipop.multiply.com/reviews/item/10. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2006.

Juanita, Vivi. (2006). Jangan pandang enteng tumor otot rahim. Terdapat pada : http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2004/0305/kes4.html. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2006.

Mansjoer, Arif. (1999). Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Manuaba, I.B.G. (2001). Kapita selekta pelaksanaan rutin obstetric ginekologi & KB. Jakarta : EGC.

Prawiroharjo, Sarwono. (1991). Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Price, Sylvia A. (1995). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2011 PAKAR BANGSA - All rights reserved. PIK REMAJA KECAMATAN PASEKAN INDRAMAYU