A. PENGERTIAN
ü Sectio
caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim [Mansjoer , 2000].
ü Sectio
caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin diatas 500 gram [Wiknjosastro, 1994].
ü Sectio
caesarea adalah pembedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga rahim dengan
mengiris dinding perut dan dinding rahim
[Bagian Obstetri dan Ginekologi, 1985].
ü Sectio
caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau sectio saesarea adalah
suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim [Mohtar, 1998].
ü Persalinan
sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan
uterus yang masih utuh dengan berat janin >1000 gr atau umur kehamilan
>28 minggu [Manuaba, 1995].
ü Persalinan
caesarean adalah kelahiran bayi melalui abdomen dan insisi uterus [Hamilton
, 1995].
ü Sectio
caesaria adalah suatu tindakan melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh [Saefuddian , 2001].
ü Sectio
caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus (Saefuddin, 2005)
B. ISTILAH
§ Seksio
sesarea primer [efektif].
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara
seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul
sempit [CV kecil dari 8 cm].
§ Seksio
sesarea sekunder.
Dalam hal ini kita bersikap menunggu kelahiran biasa [partus
percobaan], bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal,
baru dilakukan seksio sesarea
§ Seksio
sesarea ulang [repeat caesarean section] .
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea [previous
caesarean section] dan kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
§ Seksio
sesarea histerektomi [caesarean section hysterektomy]
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio
sesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu indikasi.
§ Operasi Porro
[Porro operation].
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri
[tentunya janin sudah mati] dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada
keadaan infeksi rahim yang berat.
Seksio
sesarea oleh ahli kebidanan disebut
obstetric panacea, yaitu obat atau terapi ampuh dari semua masalah obstetri.
Mohtar [1998).
C. INDIKASI
Menurut
Wiknjosastro [1994];
Ø Indikasi ibu.
· Panggul
sempit absolut
· Tumor–tumor
jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
· Stenosis
serviks/ vagina.
· Plasenta
previa.
· Disporposi
sefalopelvik.
· Ruptura uteri
membakat.
Ø Indikasi
janin.
· Kelainan
letak
· Gawat janin
Pada umumnya sectio sesarea dilakukan pada :
· Janin mati
· Syok, anemia
berat sebelum diatasi.
· Kelainan
congenital berat [monster].
Menurut Mansjoer
[2000]
1.
Disporposi sevalo pelvic.
2.
Gawat janin.
3.
Plasenta previa
4.
Pernah seksio sesarea sebelumnya.
5.
Kelainan letak.
6.
Incoordinate uterine action.
7.
Eklampsia.
8.
Hipertensi.
Menurut Mochtar
[1998]
1.
Plasenta previa sentralis dan lateralis [posterior].
2.
Panggul sempit.
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis
ialah CV = 8 cm, panggul dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapat
melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan seksio sesarea. CV
adalah 8–10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan baru setelah gagal
dilakukan seksio sesarea sekunder.
3.
Disporposi sefalo- pelvik yaitu ketidakseimbangan
antara ukuran kepala dan panggul.
4.
Ruptura uteri mengancam
5.
Partus lama [prolonged labor].
6.
Partus tak maju [obstructed labor].
7.
Distosia serviks.
8.
Pre- eklampsi dan hipertensi.
9.
Malpresentasi janin.
§ Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama- sama sependapat:
ü Bila ada
kesempitan panggul, maka seksio sesarea adalah cara yang terbaik dalam letak
lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
ü Semua
primigravida dengan letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
ü Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan seksio sesarea, walau
tidak ada perkiraan panggul sempit.
ü Multipara
dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara–cara lain.
§ Letak bokong
.
Seksio sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
ü
Panggul sempit.
ü
Primigravida.
ü
Janin besar dan berharga.
§ Presentasi
dahi dan muka [letak defleksi] bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.
§ Presentasi
rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
§ Gemelli,
menurut eastman seksio sesarea dianjurkan:
ü Bila janin
pertama letak lintang atau presentasi bahu [shoulder presentation].
ü Bila terjadi
interlock [locking of the twins].
ü Distosia oleh
karena tumor.
ü Gawat janin
dan sebagainya.
D.KONTRAINDIKASI
1.
Jika janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek
sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk
melakukan operasi.
2.
Jika janin lahir, ibu mengalami infeksi yang luas dan
fasilitas untuk sectio caesaria ekstraperitoneal tidak tersedia.
3.
Jika dokter bedahnya tidak berpengalaman dan keadaan
tidak menguntungkan bagi pembedahan serta tidak tersedianya tenaga yang memadai.
E. KLASIFIKASI
Menurut
Mochtar [1998]
1.
Abdomen [Seksio Sesarea Abdominalis]
ü Seksio sesara
transperitonealis
§ Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi
memanjang pada korpus uteri.
§ Seksio sesara
ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim
ü Seksio
sosarea ekstraperitonealis.
Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak
membuka kavum abdominal.
Dulu
dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang
dilakukan.
2.
Vagina [Seksio Sesarea Vaginalis]
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan sebagai
berikut :
a.
Sayatan memanjang [longitudinal] menurut Kronig.
b.
Sayatan melintang [transversal] menurut Kerr
c.
Sayatan huruf T [T- incision].
3.
Sectio sesarea klasik atau korporal
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim [low cervical transversal] kira–kira 10 cm.
Ø Kelebihan
§ Mengeluarkan
janin lebih cepat
§ Tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
§ Sayatan bisa
diperpanjang proksimal atau distal
Ø Kekurangan
§ Infeksi mudah
menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik.
§ Untuk
persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
4.
Seksio Sesarea Ismika [Profunda]
Ø Kelebihan
§ Penjahitan
luka kebih mudah
§ Penutupan
luka dengan reperitonealisasi yang baik
§ Tumpang
tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus
kerongga peritonium.
§ Perdarahan
kurang
§ Dibandingkan
dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/ lebih kecil.
Ø Kekurangan
§ Luka dapat
melebar kekiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan arteri uterina
putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.
§ Keluhan pada
kandung kemih post operatif tinggi.
5.
Seksio Sesarea Hysterectomy.
Setelah seksio sesarea dikerjakan hysterektomi dengan indikasi;
§ Atonia uteri
§ Placenta
accreta
§ Myoma uteri
§ Infeksi intra
uterin yang berat.
Menurut
Manuaba [1999], macam–macam bentuk operasi seksio sesarea adalah;
1.
Seksio sesarea klasik menurut Sanger
2.
Seksio sesarea transperitoneal profunda menurut Kehrer
3.
Seksio sesarea histerektomi menurut Porro
4.
Seksio sesarea ekstraperitonial.
· Menurut Water
· Menurut
Latzco
5.
Seksio sesarea transvaginal
F. KOMPLIKASI
Terdapat
beberapa bahaya yang telah dikenal bagi fetus bila persalinan dilakukan dengan
seksio sesarea, terlepas dari yang ditunjukan oleh keadaan abnormal untuk mana
diindikasikan seksio [ Rottgers ]. Resiko ini meliputi:
1.
Hipoksia akibat sindroma hipotensi terlentang.
2.
Depresi pernafasan karena anesthesia
3.
Sindroma gawat pernafasan, jelas lebih lazim pada bayi
yang dilahirkan dengan seksio
Komplikasi
ibu:
1.
Infeksi yang didapat dirumah sakit, terutama setelah
dilakukan seksio pada persalinan.
2.
Fenomena tromboemboli, terutama pada multipara dengan
varikositas.
3.
Ileus, terutama karena peritonitis dan kurang sering
karena dasar obstruksi.
4.
Kecelakaan anastesi.
[Martius,
1995].
Komplikasi
menurut Mochtar [1998] yaitu :
1.
Infeksi puerperal [nifas].
§ Ringan;
dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
§ Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung.
§ Berat ;
dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada
partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena
ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2.
Perdarahan ,disebabkan karena:
§ Banyak
pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
§ Atonia uteri.
§ Perdarahan
pada placental bled.
3.
Luka kandung kemih, emboli baru dan keluhan kandung
kemih bila reperitonealisasi terlalu tinggi.
4.
Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan
mendatang.
Komplikasi
yang bisa timbul
Ø Ibu
a.
Infeksi puerperal
Komplikasi
ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas, atau bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi
post operatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala- gejala
infeksi intra partum atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu [partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan
vaginal sebelumnya].
Bahaya
infeksi sangat diperkecil dengan pemberian antibiotic akan tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis porfunda.
b.
Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang
arteri uterina ikut terbuka.
c.
Komplikasi–komplikasi lain seperti luka kandung
kencing, embolisme paru–paru dan sebagainya tapi sangat jarang terjadi.
d.
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah
kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan
sesudah SC klasik.
Ø Anak
Nasib
anak yang dilahirkan dengan SC banyak tergantung dari keadaan yang menjadi
alasan untuk melakukan SC.
G.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
ibu post partum sectio caesarea menurut Manuaba [1999], Saifuddin [2002], Hamilton [1998].
1. Kesadaran penderita
a.
Pada anastesi lumbal :
Kesadaran penderita baik, oleh karenanya ibu dapat
mengetahui hampir semua proses persalinan
b.
Pada anestesi umum
:
Pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan
memberikan oksigen, menjelang akhir operasi.
2.Mengukur dan memeriksa tanda–tanda vital
a.
Pengukuran :
Kaji tanda–tanda vital setiap 5 menit sampai stabil,
kemudian setiap 15 menit selama satu jam, kemudian setiap 30 menit selama 8
jam.
v
Tensi, nadi, temperature dan pernapasan.
v
Keseimbangan cairan melalui produksi urin, dengan
perhitungan :
· Produksi
urine normal 500- 600 CC
· Pernapasan 500- 600 CC
· Penguapan
badan 900- 1000 CC
v Pemberian
cairan pengganti sekitar 2000–2500 CC dengan perhitungan 20 tetes per menit [= 1 CC/ menit].
v Infus setelah
operasi selitar 2 x 24 jam.
b. Pemeriksaan :
v Paru :
· Kebersihan
jalan napas.
· Ronki basah;
untuk mengetahui adanya edema perut.
v Bising usus
menandakan berfungsinya usus [dengan adanya flatus].
v Perdarahan
lokal pada luka operasi.
v Konstraksi
rahim; untuk menutup pembuluh darah.
· Perdarahan
per vaginam.
o Evaluasi
pengeluaran lokhia.
o Atonia uteri
meningkatkan perdarahan.
o Perdarahan
berkepanjangan.
Profilaksis
antibiotika
Infeksi
selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steil, infeksi asendens
karena manipulasi vagina, sehingga pemberian antibiotika sangat penting untuk
menghindari terjadinya sepsis sampai kematian.
Pertimbangan
pemberian antibiotika :
-
Bersifat profilaksis
-
Bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi
-
Berpedoman pada hasil tes sensitifitas
-
Kualitas antibiotika yang akan diberikan
-
Cara pemberian antibiotika
Yang paling tepat adalah berdasarkan hasil tes
sentifitas, tetapi memerlukan waktu 5-7 hari, sehingga sebagian besar pemberian
antibiotika dengan dasar ad juvantibus.
Jika
terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
·
Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam
·
Ditambah gentamicin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
·
Ditambah metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
4.
Perawatan luka insisi
Luka
insisi dibersihkan dengan larutan desinfektan lalu ditutup dengan kain penutup
luka secara periodik luka dibersihkan dan diganti
Jahitan
diangkat pada hari ke 6-7 pst operasi diperhatikan apakah luka sembuh atau
dibawah luka terdapat eksudat
Jika
luka dengan eksudat sedikit, ditutup dengan band aid operatif dressing
Jika
luka dengan eksudat sedang ditutup dengan regal filmatedswabs atau pembalut
luka lainnya
Jika
luka dengan eksudat banyak, ditutup dengan surgipad atau dikompres dengan
cairan suci hama
lainnya, sedangkan untuk memberikan kenyamanan bergerak bagi penderitanya
sebaiknya dipakai gurita
5.
Mobilisasi penderita
Konsep
mobilisasi dini tetap merupakan konsepsi dasar, sehingga pulihnya alat vital
dapat segera tercapai
a.
Mobilisasi fisik
· Miring
kekanan dan kekiri dimulai –1 jam pasca operasi (setelah sadar)
· Hari kedua
penderita dapat duduk selama 5 menit dan hari 3-5 mulai belajar berjalan
· Infus dan
kateter dibuka pada hari kedua atau ketiga
b.
Mobilisasi usus
·
Setelah hari pertama dan keadaan baik, penderita boleh
minum
·
Diikuti dengan makan bubur saring dan pada hari
kedua-ketiga makan buur
·
Hari keempat-kelima nasi biasa dan boleh pulang
6.
Nasehat Pasca Operasi
Hal-hal
yang dianjurkan pasca operasi antara lain:
a.
Dianjurkan jangan hamil kurang lebih satu tahun dengan
memakai alat kontrasepsi
b.
Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan
antanatal yang baik
c.
Bersalin di rs yang besar
Apakah persalinan berikutnya harus dengan sectio
caesarea tergantung diindikasi sectio caesarea dan keadaan pada kehamilan
berikutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar