DEFINISI
C Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa
(gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara adekuat.
C Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah
makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
C Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam
sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang
dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung
gula maupun karbohidrat lainnya.
C Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan
tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak
aktif.
C Insulin adalah
hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama yang
bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat.
C Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar
gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan
insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan
menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan
aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan
glukosa untuk energi.
PENYEBAB
Diabetes terjadi jika tubuh tidak
menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang
normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.

Penderita
diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan
sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar
diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Pada
diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada
insulin, NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya
lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya,
sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada
anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor
resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/I>, 80-90% penderita
mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.
Penyebab
diabetes lainnya adalah:
Kadar kortikosteroid yang
tinggi
Kehamilan (diabetes
gestasional)
Obat-obatan
Racun yang mempengaruhi
pembentukan atau efek dari insulin.
GEJALA
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula
darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka
glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang.
Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka
penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat
poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan
berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan
lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya
adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama
melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka
terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani
pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat
badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan
berat badan. Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba
dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum.
Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton.
Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
KOMPLIKASI
Lama-lama peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
Lama-lama peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi yang jelek melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit dan memperlambat penyembuhan luka. Karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang yang serius.
Yang lebih sering terjadi adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan (retinopati diabetikum. Kelainan fungsi ginjal menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani dialisa. Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami
cedera karena penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu.
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok)
dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan
mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai
harus diamputasi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes
dapat dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah.
Komplikasi jangka panjang dari diabetes
Organ/jaringan yg terkena
|
Yg terjadi
|
Komplikasi
|
Pembuluh darah
|
Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran
besar atau sedang di jantung, otak, tungkai & penis.
Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh tidak dapat mentransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran |
Sirkulasi yg jelek menyebabkan penyembuhan luka yg jelek &
bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, gangren kaki & tangan, impoten
& infeksi
|
Mata
|
Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina
|
Gangguan penglihatan & pada akhirnya bisa terjadi kebutaan
|
Ginjal
|
Penebalan pembuluh
darah ginjal
Protein bocor ke dalam
air kemih
Darah tidak disaring
secara normal
|
Fungsi ginjal yg buruk
Gagal ginjal |
Saraf
|
Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir secara normal
& karena aliran darah berkurang
|
Kelemahan tungkai yg
terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan
Berkurangnya rasa, kesemutan & nyeri di tangan & kaki
Kerusakan saraf menahun
|
Sistem saraf otonom
|
Kerusakan pada saraf yg mengendalikan tekanan darah &
saluran pencernaan
|
Tekanan darah yg naik-turun
Kesulitan menelan & perubahan fungsi pencernaan disertai
serangan diare
|
Kulit
|
Berkurangnya aliran darah ke kulit & hilangnya rasa yg
menyebabkan cedera berulang
|
Luka, infeksi dalam (ulkus
diabetikum)
Penyembuhan luka yg
jelek
|
Darah
|
Gangguan fungsi sel darah putih
|
Mudah terkena infeksi, terutama infeksi saluran kemih &
kulit
|
Jaringan ikat
|
Gluka tidak dimetabolisir secara normal sehingga jaringan
menebal atau berkontraksi
|
Sindroma terowongan
karpal Kontraktur Dupuytren
|
DIAGNOSA
Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejala- gejalanya
(polidipsi, polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan
kadar gula darah yang tinggi. Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah
biasanya diambil setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil
setelah makan. Pada usia diatas 65 tahun, paling baik jika pemeriksaan
dilakukan setelah berpuasa karena setelah makan, usia lanjut memiliki
peningkatan gula darah yang lebih tinggi. Pemeriksaan darah lainnya yang bisa
dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan
tertentu, misalnya pada wanita hamil.
Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah puasa. Lalu penderita meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.
Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah puasa. Lalu penderita meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.
PENGOBATAN
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan
kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benar-benar
normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal,
maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang adalah
semakin berkurang.
Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang yang obesitas yang menderita diabetes tipe II tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Tetapi kebanyakan penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik per-oral.
Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh
terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur.
Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu
dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara
terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah
dan berat badan.
Semua
penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk
mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari
terjadinya komplikasi. Mereka juga harus memberikan perhatian khusus terhadap
infeksi kaki dan kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan
matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di
mata.
Terapi sulih insulin
Pada
diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus
diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan
per-oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam
penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja
dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam
penentuan dosisnya.
Insulin
disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau
dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu
nyeri. Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan
dan lama kerja yang berbeda:
1. Insulin
kerja cepat.
Contohnya adalah
insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. Insulin ini
seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya
dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam. Insulin kerja cepat seringkali
digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya
dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
2. Insulin kerja sedang.
Contohnya
adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam
waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama
18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan
selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan
sepanjang malam.
3. Insulin kerja lama
Contohnya
adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan
sehingga bisa dibawa kemana-mana. Pemilihan insulin yang akan digunakan
tergantung kepada:
C Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya
C Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan
dosisnya
C Aktivitas harian penderita
C Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
C Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari.
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.
Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap insulin pengganti.
Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.
Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam. Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.
Obat-obat hipoglikemik per-oral
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar
gula darah secara adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif
pada diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan
klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darh dengan cara merangsang
pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya. Obat lainnya,
yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan
respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda
penyerapan glukosa di dalam usus.
Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah secara adekuat. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan insulin.
Pemantauan pengobatan
Pemantauan kadar gula darah merupakan bagian yang penting dari
pengobatan diabetes. Adanya glukosa bisa diketahui dari air kemih; tetap
pemerisaan air kemih bukan merupakan cara yang baik untuk memantau pengobatan
atau menyesuaikan dosis pengobatan. Saat ini kadar gula darah dapat diukur
sendiri dengan mudah oleh penderita di rumah.
Penderita diabetes harus mencatat kadar gula darah mereka dan melaporkannya kepada dokter agar dosis insulin atau obat hipoglikemiknya dapat disesuaikan.
Penderita diabetes harus mencatat kadar gula darah mereka dan melaporkannya kepada dokter agar dosis insulin atau obat hipoglikemiknya dapat disesuaikan.
Mengatasi komplikasi
Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu banyak
menurunkan kadar gula darah sehingga terjadi hipoglikemia. Hipoglikemia
juga bisa terjadi jika penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya
atau melakukan olah raga yang terlalu berat tanpa makan.
Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan pelepasan epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa lapar, kecemasan, meningkatnya kesiagaan dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala.
Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap.
Jika terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula. Karena itu penderita diabetes harus selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan atau makanan manis lainnya.
Penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon,
yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan makanan yang mengandung
gula.
Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah:
Rasa lapar yang timbul
secara tiba-tiba
Sakit kepala
Kecemasan yang timbul
secara tiba-tiba
Badan gemetaran
Berkeringat
Bingung
Penurunan kesadaran,
koma.
Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat. Tanpa pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi koma dan kematian.
Penderita harus dirawat di unit perawatan intensif. Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui air kemih yang berlebihan.
Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya disesuaikan. Kadar glukosa, keton dan elektrolit darah diukur setiap beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan. Contoh darah arteri diambil untuk mengetahui keasamannya. Pengendalian kadar gula darah dan penggantian elektrolit biasanya bisa mengembalikan keseimbangan asam basa, tetapi kadang perlu diberikan pengobatan tambahan untuk mengoreksi keasaman darah.
Pengobatan untuk koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik sama dengan pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum. Diberikan cairan dan elektrolit pengganti. Kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap untuk mencegah perpindahan cairan ke dalam otak. Kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol dan keasaman darahnya tidak terlalu berat.
Jika kadar gula darah tidak terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang berkembang secara progresif.
Retinopati diabetik dapat diobati secara langsung dengan pembedahan laser untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan retina yang menetap. Terapi laser dini bisa membantu mencegah atau memperlambat hilangnya penglihatan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan
dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 1996, Nursing
Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention
Project, Mosby.
NANDA, 2002, Nursing Diagnoses :
Definitions & Classifications.
NANDA, 2002, Diagnosis Keperawatan
NANDA : Definisi dan Klasifikasi, PSIK FK UGM, Yogyakarta.
Price, S.A., et all, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Buku 1, Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta.
Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid II, Penerbit Gaya Baru,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar