Saudaraku,
Pernahkah mendengar kata-kata judul catatan di atas? dari manakah kata-kata itu? apakah memiliki dasar dalam agama ini? penulis coba uraikan dalam kata-kata sederhana yang dengan izin Allah dapat menjelaskannya dan ana berlindung kepada Allah dari kesalahan dalam penulisan catatan kecil ini. Amin. Namun sebelum ke pembahasannya alangkah lebih baiknya kita mengetahui kisah cinta terindah.
Kisah cinta terindah, ku tau pasti Beliau pemiliknya
Pernahkah akhi ukhti mendengar atau membaca kisah perjalanan cinta yang begitu indah, apakah seperti Romeo dan Juliet, apakah seperti Laila dan Majnun? ataukah seperti kisah cinta Titanic? bukankah cinta mereka tidak berakhir di ikatan suci? apakah itu cinta sejati?
Bukan, bukan itu cinta yang sejati, bukan cinta terindah namun cinta yang terindah adalahperjalanan cintanya Rosulullah bersama khadijah, pernahkah akhi ukhti mendengar atau membacanya?
Antara kesetiaan dan ketaatan
Istri pertama Rosulullah adalah Siti Khadijah, ia yang menemani perjuangan rosulullah ketika menjalani dakwah yang pada mulanya mendapat banyak ujian kesusahpayahan namun Allah anugerahi rosulullah seorang istri yang sabar dan selalu mendukung, dan mengajarkan kita konsep saling mempercayai kepada pasangan hidup kita, karena siti khadijahlah yang pertama mempercayai ketika kenabian Rosulullah nampak di kala yang lain tak mempercayainya.
Sekian lama perjalanan Rosulullah dan Ibunda Siti Khadijah, akhirnya siti khadijah meninggal dunia. ketika itu Rosulullah merasa sedih dan tahun itu dinamakan tahun kesedihan karena rosulullah bukan hanya kehilangan istri tercintanya namun juga dua anggota keluarganya yang lain.
sekian lama berlalu dari sepeninggal Ibunda siti khadijah, ketika bersama khadijah rosulullah tidak pernah menikah lagi, ia ajarkan kita kesetiaan bahkan sampai 14 tahun dari meninggalnya khadijah rosulullah tidak pernah melupakannya, namun Allah mengetahui kondisi hambaNya, jika bukan karena perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk menikah mungkin rosulullah tidak akan menikah yang kini ayat itu yang menjadi dasar diperbolehkannya beristri lebih dari satu, Rosulullah dihadapkan pada kesetiaan dan ketaatan.
Simak uraian hadistnya,
Setahun setelah Khadijah meninggal, ada seorang wanita shahabiyah yang menemui Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya,
“Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah ? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar.”
“Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah ? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar.”
Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab, “Masih adakah orang lain setelah Khadijah?”
Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka pastilah Beliau tidak akan menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi Saw, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.
Pada masa penaklukan kota Makkah, orang-orang berkumpul di sekeliling Beliau, sementara orang-orang Quraisy mendatangi Beliau dengan harapan Beliau mau memaafkan mereka, tiba-tiba Beliau melihat seorang wanita tua yang datang dari jauh. Beliau langsung meninggalkan kerumunan orang ini. Berdiri dan bercakap-cakap dengan wanita itu. Beliau kemudian melepaskan jubah Beliau dan menghamparkannya ke tanah. Beliau duduk dengan wanita tua itu.
Aisyah bertanya, “Siapa wanita yang diberi kesempatan, waktu, berbicara, dan mendapat perhatian penuh Nabi Saw ini?”
Aisyah bertanya, “Siapa wanita yang diberi kesempatan, waktu, berbicara, dan mendapat perhatian penuh Nabi Saw ini?”
Nabi menjawab, “Wanita ini adalah teman Khadijah.”
“Kalian sedang membicarakan apa, ya Rasulullah?” tanya Aisyah
“Kami baru saja membicarakan hari-hari bersama Khadijah.”
Mendengar jawaban Beliau ini, Aisyah pun merasa cemburu. “Apakah engkau masih mengingat wanita tua ini (Khadijah), padahal ia telah tertimbun tanah dan Allah telah memberikan ganti untukmu yang lebih baik darinya?”
“Demi Allah, Allah tidak pernah menggantikan wanita yang lebih baik darinya. Ia mau menolongku di saat orang-orang mengusirku. Ia mau mempercayaiku di saat orang-orang mendustakanku.”
Aisyah merasa bahwa Rasulullah Saw marah. “Maafkan aku, ya Rasulullah.”
“Mintalah maaf kepada Khadijah, baru aku akan memaafkanmu.” (Hadits ini diriwayatkan Bukhari dari Aisyah)
subhanallah, itulah perjalanan cinta yang terindah, perjalanan cinta suri tauladan kita.
Inni Uhibbuka Fillah (Sesungguhnya Aku Mencintaimu karena Allah)
Setelah kita tau kisah perjalanan cinta yang indah yang bisa kita jadikan suri tauladan untuk diri kita, selanjutnya kita bahas kata pernyataan rasa cinta yang syar’i tentunya bukan terhadap lawan jenis saja namun sahabat kita yang disunnahkan Beliau shollallhu alaihi wa salam.
Simak hadist berikut tentang seorang sahabat menyatakan cintanya kepada sahabatnya,
حدثنا مسلم بن إبراهيم حدثنا المبارك بن فضالة حدثنا ثابت البناني عن أنس بن مالك
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibraahiim, telah menceritakan kepada kami Al-Mubaarak bin Fadhaalah, telah menceritakan kepada kami Tsaabit Al-Bunaani dari Anas bin Maalik:
Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibraahiim, telah menceritakan kepada kami Al-Mubaarak bin Fadhaalah, telah menceritakan kepada kami Tsaabit Al-Bunaani dari Anas bin Maalik:
أن رجلا كان عند النبي صلى الله عليه وسلم فمر به رجل فقال يا رسول الله إني لأحب هذا
Bahwasanya seseorang (laki-laki) sedang berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, bersamaan dengan itu ada orang (laiki-laki) yang lewat di hadapan mereka. Lantas ia menyatakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku benar-benar mencintai orang ini (yang baru saja lewat)..”
Bahwasanya seseorang (laki-laki) sedang berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, bersamaan dengan itu ada orang (laiki-laki) yang lewat di hadapan mereka. Lantas ia menyatakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku benar-benar mencintai orang ini (yang baru saja lewat)..”
فقال له النبي صلى الله عليه وسلم أعلمته قال لا قال أعلمه قال فلحقه فقال إني أحبك في الله فقال أحبك الذي أحببتني له
..maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam berkata kepadanya: “Apakah engkau telah memberitahukan hal tersebut kepadanya?” Ia berkata: “Belum.” Beliau berkata: “Hendaknya engkau utarakan kepadanya”. Maka ia langsung mengejar orang itu dan mengatakan “Inni uhibbuka fillah” (sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah), orang tersebut menjawab: “Ahabbakalladzi ahbabtani lahu” (Semoga mencintaimu Dzat yang engkau mencintai aku karena-Nya).
(Riwayat Abu Dawud 5125 dalam sunannya “Bab Ikhbarir Rajuli Ar-Rajula bi Mahabbatihi Iyyah. Hasan)
..maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam berkata kepadanya: “Apakah engkau telah memberitahukan hal tersebut kepadanya?” Ia berkata: “Belum.” Beliau berkata: “Hendaknya engkau utarakan kepadanya”. Maka ia langsung mengejar orang itu dan mengatakan “Inni uhibbuka fillah” (sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah), orang tersebut menjawab: “Ahabbakalladzi ahbabtani lahu” (Semoga mencintaimu Dzat yang engkau mencintai aku karena-Nya).
(Riwayat Abu Dawud 5125 dalam sunannya “Bab Ikhbarir Rajuli Ar-Rajula bi Mahabbatihi Iyyah. Hasan)
Syarh atau Penjelasan Hadits:
Pernyataan “inni uhibbuka fillah” (sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah) yakni semata-mata dalam rangka mencari keridhaan Allah, sebagaimana hal ini diterangkan oleh Muhammad Syamsul Haq Al-’Adzhiim Abaadi dalam ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud 5125.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadhus Shalihin 1/439 menerangkan. “Termasuk Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam jika engkau mencintai seseorang, engkau katakan kepadanya “sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah”. Karena pada kalimat yang demikian itu akan mempertemukan kecintaan di dalam hati, dan seorang insan jika ia mengetahui bahwa engkau mencintainya, maka ia akan membalas cintanya kepadamu.
Di samping itu hati hati manusia memiliki kepekaan untuk saling mengenal dan saling bersesuaian, walaupun lisan-lisan mereka tidak mengutarakannya. Hal ini sebagaimana yang telah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam sabdakan:
“Keadaan ruh-ruh itu bagaikan tentara perang yang disiagakan, apabila saling mengenal maka akan terjalin hubungan yang kompak, namun apabila saling mengingkari (tidak ada keharmonisan) maka yang terjadi adalah percekcokan.”
Akan tetapi jika mengungkapkannya secara lisan, justru akan semakin menambah kecintaan hati ia kepadamu, ketika engkau mengatakan kepadanya “inni uhibbuka fillah” sesusungguhnya aku mencintaimu karena Allah..
“Keadaan ruh-ruh itu bagaikan tentara perang yang disiagakan, apabila saling mengenal maka akan terjalin hubungan yang kompak, namun apabila saling mengingkari (tidak ada keharmonisan) maka yang terjadi adalah percekcokan.”
Akan tetapi jika mengungkapkannya secara lisan, justru akan semakin menambah kecintaan hati ia kepadamu, ketika engkau mengatakan kepadanya “inni uhibbuka fillah” sesusungguhnya aku mencintaimu karena Allah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar