BAB I
KONSEP DASAR LUKA BAKAR
- PENGERTIAN
1. Luka bakar adalah luka yang disebabkan
oleh kontak dengan suhu tingi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan
radiasi juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah. (Mansjoer, Arif. 2000 : 365).
2. Luka bakar dapat timbul karena kulit
terpajan ke suhu tinggi, syok listrik atau bahan kimia (Corwin, Elisabeth, J.
2000 : 5 ).
3. Luka bakar merupakan luka yang disebabkan
oleh berpindahnya energi dari sumber panas ke tubuh (Efendy, Cristantik , 2000
: 5 ).
4. Luka bakar adalah luka yang disebabkan
oleh transfer energi dan sumber panas ke tubuh. (Bruner and Sudart, 2000 : 73
).
5. Luka
bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (
Moenajat, 2001).
Dapat
disimpulkan bahwa luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan
suhu tingi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi yang
menimbulkan kerusakan kulit.
- ETIOLOGI
Penyebab luka bakar menurut www.info-sehat.com yaitu:
1. Suhu tinggi
2. Api
3. Air panas
4. Listrik
5. Petir
6. Asam dan basa kuat
Penyebab luka bakar secara
umum yaitu:
1. Kontak dengan nyala api;
2. Kontak dengan bahan cair/padat yang panas;
3. Kontak dengan bahan kimia;
4. Kontak dengan arus listrik yang voltasenya
tinggi; dan
5. Sinar ultraviolet (sengatan matahari).
- KLASIFIKASI
1.
Menurut Kedalaman Luka Bakar
Kedala
man
|
Jaringan
yang terkena
|
Penyebab
yang
lazim
|
Karakteristik
|
Nyeri
|
Penyembuhan
|
Ketebalan
superficial (derajat I)
|
Kerusakan
epitel minimal
|
Sinar
matahari
|
Kering
: tidak ada lepuh, merah pink, memutih dengan tekanan
|
Nyeri
|
Sekitar
5 hari
|
Ketebalan
partial (derajat IIA)
|
Epidermis,
dermis minimal
|
Kilat
: cairan hangat
|
Basah
: pink atau merah, lepuh sebagian memutih
|
Nyeri
: hiperestetik
|
Sekitar
21 hari, jaringan parut minimal
|
Ketebalan
partial dermal dalam (derajat IIB)
|
Keseluruhan
epidermis, sebagian dermis
|
Benda
panas, nyala api, cidera radiasi
|
Kering
: pucat, berlilin, tidak memutih
|
Sensitif
terhadap tekanan
|
Berkepanjangan
membentuk jaringan hipertrofik : pembentukan kontraktur
|
Ketebalan
penuh (derajat III)
|
Semua
yang di atas dan bagian lemak subkutan dapat mengenai jaringan ikat, otot,
tulang
|
Nyala
api berkepanjangan, listrik, kimia, dan uap panas
|
Kulit
terkelupas vascular, pucat kuning sampai coklat
|
Sedikit
nyeri
|
Tidak
dapat beregenerasi sendiri : membutuhkan tandur kulit
|
2. Klasifikasi keparahan luka bakar menurut
America Bun Associaton (Effendi, Cristanty 2000 : 18 )
a. Cidera luka bakar minor
1) Luka bakar dengan LPTT < 5 % pada orang
dewasa, umur < 40 tahun.
2) Luka bakar dengan LPTT < 10 % pada
orang dewasa, umur > 40 tahun.
3) Luka bakar dengan LPTT < 10 % pada
orang anak-ansk, umur < 10 tahun.
Dengan luka bakar ketebalan
penuh LPTT < 2% dan tidak ada resiko kosmetik atau fungsi pada wajah, mata,
telinga, tangan, kaki, atau perineum.
b. Cidera luka bakar sedang
1) Luka bakar dengan LPTT 15 - 25 % pada
orang dewasa, umur < 40 tahun.
2) Luka bakar dengan LPTT 10 - 20 % pada
orang dewasa, umur > 40 tahun.
3) Luka bakar dengan LPTT 10 - 20 % pada
orang anak-ansk, umur < 10 tahun.
Dengan luka
bakar ketebalan penuh dengan LPTT < 10% dan tidak ada resiko kosmetik atau
fungsi pada wajah, mata, telinga, tangan, kaki atau perineum.
c. Cidera luka bakar mayor
1) Luka bakar dengan LPTT 25 % pada orang
dewasa, umur < 40 tahun.
2) Luka bakar dengan LPTT 20 % pada orang
dewasa, umur > 40 tahun.
3) Luka bakar dengan LPTT 20 % pada orang
anak-anak, umur < 10 tahun.
3.
Menurut ukuran luka bakar
Ukuran luka
bakar dapat ditentukan dengan salah satu dari 2 metode, yaitu:
a)
Rule of nine
Rule of nine digunakan sebagai alat untuk mempekirakan ukuran luka bakar
yang tepat. Dasar dari perhitungan ini adalah dengan membagi - bagi anatomi
tubuh dengan kelipatan 9% dari luas permukaan tubuh.
Masing- masing ada perhitungan
antara lain :
1) Kepala dan leher 9%;
2) Paha dan tungkai kaki 49%;
3) Genetalia 1%; dan
4)
Dada, perut,
punggung, bokong 4 x 9 %.
b)
Diagram bagan Lund & Browder
Lokasi
|
Usia (Tahun)
|
|||
0-1
|
1-4
|
5-9
|
10-15
|
|
Kepala
|
19
|
17
|
13
|
10
|
Leher
|
2
|
2
|
2
|
2
|
Dada dan perut
|
13
|
13
|
13
|
13
|
Punggung
|
13
|
13
|
13
|
13
|
Pantat kiri
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
Pantat kanan
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
Kelamin
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Lengan atas kanan
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Lengan atas kiri
|
4
|
4
|
4
|
4
|
Lengan bawah kanan
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Lengan bawah kiri
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Tangan kanan
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
Tangan kiri
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
Paha kanan
|
5,5
|
6,5
|
8,5
|
8,5
|
Paha kiri
|
5,5
|
6,5
|
8,5
|
8,5
|
Tungkai bawah kanan
|
5
|
5
|
5,5
|
6
|
Tungkai bawah kiri
|
5
|
5
|
5,5
|
6
|
Kaki kanan
|
3,5
|
3,5
|
3,5
|
3,5
|
Kaki kiri
|
3,5
|
3,5
|
3,5
|
3,5
|
4. Menurut derajat keparahan luka bakar
a. Berat
1) Derajat II dengan luas > 25 %.
2) Derajat III dengan luas > 10 % atau
terdapat di muka, kaki dan tangan.
3) Luka bakar di sertai trauma jalan nafas
atau jaringan lunak atau fraktur.
4) Luka akibat listrik.
b. Sedang
1) Derajat II dengan luas > 15 %
2) Derajat III dengan luas < 10 % kecuali
di muka, kaki dan tangan
c. Ringan
1)
Derajat II
dengan luas < 25 %
2)
Derajat III dengan luas < 20 %
5.
Menurut lokasi luka bakar
a.
Luka bakar pada kepala, leher, dan dada sering
berkaitan dengan komlikasi pulmonal.
b.
Luka bakar pada wajah sering menyebabkan abrasi kornea.
c.
Luka bakar pada telinga sering menyebabkan kondritis
auricular dan rentan terhadap infeksi serta kehilangan jaringan lebih lanjut.
d.
Luka bakar pada tangan dan persendian berdampak pada
kecacatan fisik menetap.
e.
Luka bakar pada perineal membuat mudah terserang
infeksi akibat autokontaminasi oleh urin dan feses.
f.
Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapay
menyebabkan efek penebalan pembuluh darah dan mengarah padagangguan vascular
distal.
g.
Luka bakar sirkumferensial thorak dapat mengarah pada
inadekuat ekspansi dinding dada dan insufisiensi pulmonal.
6.
Menurut agen penyebab luka bakar
Beberapa agen penyebab luka bakar yaitu thermal, listrik,kimia, radiasi.
Luka bakar dengan trauma inhalasi dapat dibagi dalam 3 kategori (Meyer &
Salber) yaitu:
a.
Trauma panas pada saluran napas;
b.
Trauma kimia pada saluran napas dan parenkim paru; dan
c.
Keracunan kimia secara sistemik.
7.
Menurut usia korban luka bakar
Usia mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam perawatan luka bakar.
Angka kematian terjadi lebih tinggi pada anak-anak usia kurang dari 4 tahun,
terutama kelompok usia 0-1 tahun.
- PATHOFISIOLOGI
Luka
disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut
mungkin di pindah melalui kondisi atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar
diklasifikasikan sebagai luka bakar thermal, radiasi atau luka bakar kimiawi
kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun
jaringan SC tergantung factor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber
panas / penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan gangguan
intergritas kulit dan kematian sel – sel.
Luka bakar
mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium,
klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyababkan terjadinya
edema yang dapat berlanjut pada keadaan hypovolemia dan hemokonsentrasi.
Kehilangan
cairan tubuh pasien luka bakar dapat disebabkan beberapa factor:
1.
Peningkatan mineralokortikoid
a.
Retensi
air, Na dan Cl
b.
Ekskresi kalium
2.
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
Keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh darah.
3. Perbedaan tekanan osmotic intra sel dan
ekstra sel
Kehilangan
volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit tubuh yang
selanjutnya akan terlihat pada hasil pemeriksaan laboratorium. Luka bakar akan
mengakibatkan tidak hanya kerusaka kulit, tetapi juga mempengarihi seluruh
system tubuh sehingga menunjukan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon
kompensasi terhadap luka bakar. Pada pasien luka bakar yang luas (mayor), tubuh
tak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi.
Berbagai
factor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga di pengaruhi
oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misalnya) suhu benda yang
membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas api, air panas, minyak
panas, listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran,
ruangan yang tertutup.Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara
lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka – luka yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti
DM, jantung, ginjal dll
7. Obesitas
8. Adanya
trauma inhalasi
- MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi klinis yang dapat
dilihat berdasarkan derajat luka bakar (Mansjoer : 2000)
1.
Grade I
a. Jaringan rusak hanya epidermis saja
b. Klinis ada rasa nyeri, warna kemerahan
c. Adanya hiperalgisia
d. Akan sembuh kurang lebih 7 hari
2. Grade II
a. Grade II a
1) Jaringan luka bakar sebagian dermis.
2) Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.
3) Klinis lanjutan terjadi bila basah
4) Tes jarum hiper aligesia, kadang normal.
5) Sumber memerlukan waktu 7 – 14 hari
b. Grade II b
1) Jaringan rusak sampai dermis dimana hanya
kelenjar keringat saja yang masih utuh.
2) Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.
3) Tes jarum hiper algisia .
4) Waktu sembuh kurang lebih 14 – 12 hari
5) Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada
sikatrik
3.
Grade III
a.
Jaringan yang seluruh dermis dan epidermis.
b. Klinis mirip dengan grade II hanya kulit
bewarna hitam / kecoklatan.
c. Tes
jarum tidak sakit.
d. Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
e. Hasil kulit menjadi sikratrik hipertrofi
- PATHWAY
Factor Penyebab (termal, listrik, dan radiasi)
|
||||
Keracunan CO Luka Bakar
|
|
jaringan pembuluh darah
|
Edema
|
|
|
|
Sumber :
1. Corwin, Elisabeth, J: 2000
2. NANDA:2005
- KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering dialami oleh klien luka bakar yang luas antara
lain:
1.
Burn shock (shock hipovolemik)
Merupakan komplikasi yang pertama kali dialami oleh
klien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi.
2.
Sepsis
Kehilangan kulit sebagai pelindung menyebabkan kulit
sangat mudah terinfeksi. Jika infeksi ini telah menyebar ke pembuluh darah,
dapat mengakibatkan sepsis.
3.
Pneumonia
Dapat terjadi karena luka bakar dengan penyebab trauma
inhalasi sehingga rongga paru terisi oleh gas (zat-zat inhalasi).
4.
Gagal ginjal akut
Kondisi gagal ginjal akut dapat terjadi karena
penurunan aliran darah ke ginjal.
5.
Hipertensi jaringan akut
Merupakan komplikasi kuloit yang biasa dialami
pasien dengan luka bakar yang sulit dicegah, akan tetapi bias diatasi dengan
tindakan tertentu.
6.
Kontraktur
Merupakan gangguan fungsi pergerakan.
7.
Dekubitus
Terjadi karena kurangnya mobilisasi pada pasien
dengan luka bakar yang cenderung bedrest terus.
Menurut Smeltzer (2000) :
1.
Curhing ulcer (ulkus curhing)
2.
Septikemia
3.
Pneumonia
4.
Gagal jantung akut
5.
Deformitas
6.
Kontraktur
7.
Hipertrofi jaringan parut
8.
Dekubitus
9.
Syok sirkulasi
10. Syndrom
kompartemen
11. Ileus
parlitik
12. Defisit
kalori protein
- PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Hitung darah lengkap
Peningkatan MHT awal menunjukan hemokonsentrasi sehubung dengan
perpindahan atau kehilngan cairan. Selanjutnya menurunnya Hb dan Ht dapat
terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endothelium pembuluh
darah.
2.
Sel darah putih
Leukosit
dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan respon
inflamasi terhadap cidera.
3.
GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cidera inhalasi.
4.
CO Hbg
Peningkatan lebih dari 15 % mengindikasikan keracunan CO cidera inhalasi.
5.
Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada
awal sehubungan dengan cidera jaringan / kerusakan SDm dan penurunan fungsi
ginjal.
6.
Natrium urine random
Lebih besar dari 20 MEqL mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan,
kurang dari 10 MEq / L menduga ketidak adekuatan resusitasi cairan.
7.
Glukosa serum
Rasio albumin / globulin
mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan protein pada edema cairan.
8.
Albumin serum
Peningkatan glukosa serum menunjukan respon stress.
9.
BUN kreatinin
Peningkatan BUN
menujukan penuruna fungsi- fungai
ginjal.
10. Urine
Adanya albumin, Hb dan mioglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam
dan kehilangan protein.
11. Foto
roentgen dada
Dapat tampak normal pada pansca luka bakar dini meskipun dengan cidera
inhalasi, namun cidera inhalasi yang sesungguhnya akan ada pada saat progresif
tanpa foto dada.
12. Bronkopi
serat optik
Berguna dalam diagnosa luas
cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema, perdarahan dan / tukak pada
saluran pernafasan atas
13. Loop
aliran volume
Memberikan pengkajian non
invasive terhadap efek / luasnya cidera inhalasi
14. Scan
paru
Mungkin dilakukan untuk
menentukan luasnya xidera inhalasi
15. EKG
Tanda iskemia miokardiak
disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik
16. Foto
grafi luka bakar
Memberikan catatan untuk
penyembuhan luka bakar selanjutnya.
- PENATALAKSANAAN
Pengamatan terhadap penatalaksanaan luka bakar di RS
merupakan rangkaian kegiatan praktek
klinik. Panatalaksanaan luka bakar yaitu :
1.
Penanggulangan terhadap shock
2.
Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dilakukan dengan
cara : diberikan cairan ringer lactate : 2.5-4 cc/ KgBB/% LB pada 24 jam
pertama dan diberikan Dek 5 % inwater : 24 x ( 25+% LLB) XBSA cc pada 24 jam
kedua
3.
Mengatasi ganggan pernafasan
4.
Mengatasi infeksi dengan pemberian salep Chlorfomazin
dan sulfatul
5.
Pemberian nutrisi
6.
Rehabilitasi
Secara
sistematik dapat dilakukan langkah 6C yaitu clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaksis, covering anda comforting. Pada pertolongan pertama dapat
dilakukan langkan clothing dan cooling selanjutnya dilakukan pada fasilitas
kesehatan . secara rinci langkah 6 C yaitu :
1.
Clothing adalah singkirkan semua pakaian yang panas
atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka
dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning
2.
Cooling adalah dinginkan daerah yang terkena luka bakar
dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia.( Penurunan
suhu dibawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai
dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Selanjutnya kompres dengan air dingin
( air sring diganti agar efektif tetap memberian rasa dingin) sebagai
analgesia ( penghilang rasa nyeri) untuk
luka yang terlokalisasi. Penggunaan es tidak dibenarkan karena es menyebabkan
pembuluh darah mengkerut (vasokontriksi) sehingga justru akan memperberat
derajat luka dan resiko hipotermia. Luka bakar yang diakibatkan olah zat kimia
dan luka bakar didaerah mata, panatalaksanaanya disiram dengan air mengalir
yang banyak selama 15 menit atau lebih,. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk,
maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir
3.
Cleaning adalah pembersihan dilakukan dengan zat
anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Jaringan yang sudah mati dibuang sehingga
proses penyembuhan akan lebih cepat dan resiko infeksi berkurang
4.
Chemoprophylaksis adalah pemberian anti tetanus, dapat
diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial thickness.
Pemberian cream silver sulfadiazil untuk penanganan infeksi, dapat deberikan
kecuali pada luka bakar superficial. Pemberian tersebut tidak boleh pada wajah,
riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayui baru lahir, ibu menyusui dengan
bayi kurang dari 2 bulan.
5.
Covering adalah penutupan luka bakar dengan kasa,
dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superficial tidak perlu
ditutup dengan kasa atau bahan lainya. Pembalutan luka ( yang dilakukan setelah
pendinginan) bertujuan untuk mengirangi pengeluaran panas yang terjadi akibat
hilangnya lapisan kulit. Pasien luka bakar jangan berikan mentega , minyak, oli
atau larutan lainya, sehingga akan menghambat penyembuhan dan meningkatkan
resiko infeksi.
6.
Comforting dapat dilakukan pemberian obatr pengurang
rasa nyeri, berupa parasetamol dan codein ( PO-peroral) 20 -30 mg /Kg, morfin
(1 V-intravena) 0,1 mg/Kgdiberikan dengan dosis titrasibolus atau morfin (IM)
0,2 mg/Kg.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
- PENGKAJIAN
1. Wawancara
Tanyakan
tentang :
a. Penyebab luka bakar (kimia, termal,
listrik).
b. Waktu luka bakar (penting karena kebutuhan
resusitasi cairan dihitung dari waktu cidera luka bakar, bahkan dari waktu
tibanya luka bakar, area terbuka tertutup).
c. Adanya masalah – masalah medis yang
menyertai.
d. Alergi (khususnya sulfa) karena banyak
antimikrobial kapital mengandung sulfa.
e. Tanggal terakhir imunisasi tetanus.
f. Obat-obatan yang digunakan bersamaan.
2. Pemeriksaan fisik
Menurut
Doengoes (2000, 804-806) pengkajian ada lika bakar meliputi :
a. Aktivitas/ Istirahat
Tanda :
1. Penurunan kekuatan, tahanan
2. Keterbatasan rentan gerak pada area yang
sakit
3. Gangguan masa otot, perubahan tonus
b. Sirkulasi
Tanda
(dengan cederaluka bakar lebih dari 20 % APTT)
1. Hipotensi ( shock )
2. Penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cidera, vasokontriksi umum dengan kehilangan nadi, kulit putih
dan dingin ( Shock listrik)
3. Takikardi ( Shock/ ansietas/ nyeri )
4. Distritmia( Shock listrik).
5. Pembentukan edema jaringan ( semua luka
bakar)
c. Integritas ego
Tanda :
ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menari diri,
marah.
Gejala
: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan
d. Eliminasi
Tanda
:
1. Haluaran urune menurun/ tak ada selama
fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi miogluobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam.
2. Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan kedalam sirkulasi)
3. Penurunan bising usus/ tak ada, khususnya
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20 % sebagai stress penurunan
motilitas/ peristalticgastric
e. Makanan cairan
Tanda
:
1. Edema jaringan umum
2. Anoreksia, mual/ muntah
f. Neurosensori
Tanda
:
1. Perubahan orientasi, afek, perilaku
2. Penurunan refleks tendon dalam( RTD) pada
cedera ekstremitas
3. Aktifitas kejang ( shock listrik)
4. Laserasi korneal, kerusakan retinal,
penurunan ketajaman penglihatan ( shock listrik)
5. Ruptur membran timpani ( shock listrik)
6. Paralisis ( cidera listrik pada aliran
ayaraf)
Gejala
: area bebas, kesemutan
g. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala :
Berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara
ekstreme sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan perubahan
suhu, luka bakar ketebalan sedang derajat dua sangat nyeri, sementara respon
pada luka bakar derajat ke dua tergantung pada keutuhan ujung syaraf, luka
bakar derajat tiga tidak nyeri
h. Pernafasan
Tanda
:
1. Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam
sputum, ketidakmampuan dalam menelan sekresi oral, dan sianosis, indikasi
inhalasi
2. Pengembangan thoraks mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada
3. Jalan nafas atas stridor/ mengi (obstruksi
sehubungan dengan laring spasme, edemalaringeal)
4. Bunyi nafas : gemericik ( edema paru),
stridor ( edema laringeal) sekret jalan nafas dalam ( ronkhi)
Gejala :
Terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinan
cidera inhalasi
i.
Keamanan
Tanda
:
1. Kulit : umum : destruksi jarngan dalam
mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trombus
mikrovaskuler pada beberapa luka
2. Area kulit tak terbakar mingkin dingin
atau lembab, pucat dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah
jantung sehubungan dengan adanya kehilangan cairan atau status shock
3. Cidera api : trerdapat area cidera
campuran dalam, sehubungan dengan variase intensitas panas yang dihasilkan
bekuan terbakar, bulu hidung gosong, mukosa hdung dan mulut kering, merah
:lepuh pada faring posterior, edema lingkai mulut dan lingkar nasal
4. Cidera kimia : tampak luka bervariasi
sesuai agen penyebab
5. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan
tekstur seperti kulit semak halus, lepuh, ulkus, nekrosis atau jaringan paru tebal. Cidera secara umum lebih dalam tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cidera
6. Cidera listrik : cidera kutaneus eksternal
biasanya lebih sedikit dan bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat
meliputi luka aliran masuk/ keluar( eksplosif) luka bakar dar hgerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka
bakar termal berhubungan dengan pakaian terbakar.
3.
Pemeriksaan
laboratorium/diagnostic
a.
IDL
Mengkaji
hemokonstriksi.
b. Elektrolit serum
Mendeteksi
keseimbangan cairan dan biokimia.
c. GDA dan sinar X dada
Mengkaji
fungsi pulmonal, khususnya pada cidera inhalasi uap.
d. BUN dan kreatinin
Mengkaji
fungsi ginjal.
e. Urinalisis
Menunjukkan
mioglobin hemokromegan menandakan kerusakan otot pada luka bakar.
f. Bronkoskopi
Membantu
memastikan cidera inhalasi asap.
g. Koagulasi
Memeriksa
faktor- faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h. Kadar CO serum, meningkat pada cidera
inhalator.
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut NANDA : 2005-2006
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan luka bakar, kerusakan jaringan.
2.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan
dengan keracunan CO dan cidera inhalasi.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
cidera luka bakar.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan kerusakan permukaan kulit.
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler.
7. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan
dengan luka bakar.
- INTERVENSI
Menurut NOC : 1997 dan NIC :
1996
1. DX I :
Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar, kerusakan jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan nyeri berkurang.
NOC I : Pain
Level
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan
nyeri, frekuensi, dan lama nyeri.
b. Posisi
tubuh pasien melindungi nyeri.
c. TD, nadi,
suhu dan respirasi dalam batas normal.
Indicator
Skala :
1
: Tidak melakukan
2
: Jarang melakukan
3
: Kadang melakukan
4
: Sering melakukan
5
: Selalu melakukan
NOC II : Pain Control.
Kriteria Hasil :
a.
Mengungkapkan faktor penyebab timbulnya nyeri.
b. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik
non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan ).
c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
d. Mampu mengenal nyeri ( skala , intensitas , frekuensi dan tanda nyeri ).
e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Indicator
Skala :
1
: Tidak melakukan
2
: Jarang melakukan
3
: Kadang melakukan
4
: Sering melakukan
5
: Selalu melakukan
NOC III : Comfort
Level.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan
kondisi yang nyaman.
b. ekspresi
puas terhadap pengendalian nyeri.
Indicator
Skala :
1
: Tidak melakukan
2
: Jarang melakukan
3
: Kadang melakukan
4
: Sering melakukan
5
: Selalu melakukan
NIC I : Vital
Sign Monitor.
Intervensi :
a. Monitor TD, nadi, suhu dan respirasi.
b. Identifikasi adanya perubahan TTV.
c. Cek secara periodik TTV pasien.
NIC II : Pain
Management.
Intervensi :
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri,
meliputi : lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas / beratnya nyeri, dan factor-
factor predisposisi.
b. Observasi isyarat –isyarat non verbal dari ketidaknyamanan , khususnya dalam
ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien
dapat mengekspresikan nyeri
d. Anjurkan penggunaan tekhnik non
farmakologi (ex: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi,aplikasi
panas-dingin, masase, dll).
e. Berikan
anelgetik untuk mengurangi nyeri .
NIC III :
Environmental management.
Intervensi :
a.
Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan.
b. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman.
2. DX II :
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama proses
keperawatan diharapkan volume cairan adekuat.
NOC :
Fluid Balance
Kriteria Hasil :
a.
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB,
Bj urine normal, HT normal.
b. TD, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
c.
Tidak ada tanda, dehidrasi, alstisitas turgor kulit
baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Indicator skala
:
1 : Tidak
pernah menunjukkan.
2 : Jarang
menunjukkan
3 : Kadang
menunjukkan
4 : Sering
menunjukkan
5 : Selalu
menunjukkan
NIC : Fluid Management
Intervensi :
a. Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat.
b. Monitor status hidrasi (kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik).
c. Monitor
TTV.
d. Jaga keakuratan pemasukan dan pengeluaran.
e. Kolaborasi
pemberian cairan IV.
3. DX III :
Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan keracunan CO
dan cidera inhalasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan perfusi jaringan
efektif.
NOC : Menunjukkan perfusi jaringan ; Perifer.
Kriteria Hasil :
a. Kulit
utuh.
b. Warna
normal.
c. Suhu ekstremitas hangat.
d. Tidak ada nyeri ekstremitas
yang terlokalisasi.
e. Fungsi otot utuh.
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC :
Penatalaksanaan sensasi perifer.
Intervensi :
a. Meminimalkan pemcegahan rasa tidak nyaman
pada pasien dengan perubahan sensasi.
b. Pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan
panas - dingin perifer).
c. Pantau peristesia, kesbas, kesemutan,
hiperestia dan hipoestesia.
d. Pantau tromboplebitis dan trombosis vena
profunda.
e. Pantau posisi bagian tubuh saat mandi,
duduk, berbaring atau mengubah posisi.
4. DX IV :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan cidera luka bakar.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama proses
keperawatan diharapkan tidak terjadi
infeksi pada pasien.
NOC I : Risk Detection
Kriteria
Hasil :
a.
Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko.
b.
menjelaskan kembali tanda dan gejala yang mengidikasi resiko infeksi.
c.
Menggunakan sumber dan pelayanan kesehatan untuk mendapatkan
informasi.
Indicator
Skala :
1 : Tidak
pernah dilakukan
2 : Jarang
dilakukan
3 : Kadang
dilakukan
4 : Sering
dilakukan
5 : Selalu
dilakukan
NOC II : Risk
Control
a.
Membenarkan factor- factor resiko.
b. Memonitor
factor resiko dari lingkungan.
c. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan
faktor resiko.
d. Merubah gaya hidup untuk mengurangi faktor
resiko.
e. Memonitor dan mengungkapkan status
kesehatannya.
f. Membuat strategi dan menjalankan strategi
untuk mengontrol resiko.
Indicator
Skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NIC I : Infection Protection.
Intervensi :
a. Monitor sistemik lokasi, tanda dan gejala
infeksi dan resiko
tinggi infeksi.
b. Anjurkan peningkatan frekuensi istirahat.
c. Anjurkan peningkatan intake nutrisi.
d. Monitor apakah pasien mudah terkena infeksi.
e. Monitor peningkatan granulosit, sel darah
putih.
f. Batasi pangunjung yang menjenguk pasien.
g. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.
NIC II : Infection Control.
Intervensi :
a. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah
digunakan pasien.
b. Ajarkan pasien cara mencuci tangan yang
baik dan benar.
c. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
dan kapan harus melaporkannya ke pihak pelayanan kesehatan.
d. Pertahankan tehnik isolasi jika diperlukan.
e. Batasi pengunjung jika
diperlukan.
5. DX V :
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
permukaan kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan integritas klien kembali normal.
NOC I : Tissue Integrity : Skin
and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan.
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit.
c. Perfusi jaringan baik.
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami.
Indicator skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NOC II : Penyembuhan Luka ; Tujuan Utama.
Kriteria Hasil :
a. Penyatuan kulit.
b. Resolusi drainase dari
luka/drain.
c. Resolusi pada daerah
sekitar eritema kulit.
d. Resolusi dari bau luka.
Indicator skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan.
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC I : Pengawasan Luka
Intervensi :
a.
Pengumpulan
dan analisa data pasien untuk mempertahankan integritas membran mukosa dan
kulit.
b.
Pembersihan,
pemantauan dan peningkatan proses penyembuhan luka.
c.
Inspeksi
adanya kemerahan, pembengkakan, tanda-tanda defisiensi/ efisiensi.
d.
Ajarkan
anggota keluarga atau pemberi asuhan tentang tanda kerusakan kulit jika
diperlukan.
NIC II : Perawatan Luka.
Intervensi :
a. Pencegahan dari komplikasi luka dan
peningkatan proses penyembuhan luka.
b. Inspeksi luka pada setiap ganti balutan.
c. Ajarkan pasien/anggota keluarga tentang
prosedur luka.
d. Lakukan pemijatan di sekitar luka untuk
merangsang sirkulasi.
e. Posisikan untuk menghindari ketegangan
pada luka.
6. DX VI :
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tidak terjadi
kerusakan mobilitas fisik,
pasien dapat melakukan aktivitas secara
normal.
NOC I : Tingkat Mobilitas.
Kriteria
Hasil :
a.
Pergerakan sendi dan otot.
b.
Melakukan perpindahan.
c.
Ambulasi berjalan.
d.
Menunjukkan keseimbangan posisi tubuh.
e.
Penampilan yang seimbang.
f.
Penampilan posisi tubuh.
Indicator Skala :
1 : Tidak
pernah dilakukan sama sekali.
2 : Jarang
dilakukan.
3 : Kadang
dilakukan.
4 : Sering
dilakukan.
5 : Selalu
dilakukan.
NIC I : Perawatan Bedrest.
a. Atur posisi tubuh yang benar.
b. Kaji alasan pasien bedrest.
c. Monitor kondisi kulit.
d. Berikan tempat tidur yang terapeutik.
e. Ubah posisi tubuh minimal 2 jam berdasarkan
jadwal spesifik.
NIC II : Latihan Terapi Pergerakan.
a. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses
perpindahan, misal : duduk.
b. Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program
latihan.
c. Berikan latihan ROM aktif/pasif untuk
mempertahankan
kekuatan dan ketahanan otot.
d. Ajarkan tehnik perpindahan dan pergerakkan
yang sama.
e. Awasi seluruh kegiatan pasien dan bantu
aktivitas yang diperoleh.
7. DX VII :
Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan luka bakar.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tidak terjadi cidera pada
pasien.
NOC
: Risk Control.
Kriteria Hasil :
a. Membenarkan factor resiko.
b. Merubah gaya hidup untuk mengurangi factor
resiko.
c. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi factor
resiko.
d. Memantau factor resiko pribadi dan perorangan.
e. Memonitor factor resiko dari lingkungan.
f.
Memonitor dan mengungkapkan status kesehatannya.
Indicator Skala :
1 : Tidak pernah menunjukan
2 : Jarang menunjukan
3 : Kadang menunjukan
4 : Sering menunjukan
5 : Selalu menunjukan
NIC :
Fall Prevention.
Intervensi :
a. Identifikasi status kognitif dan fisik
pasien yang mungkin meningkatkan resiko jatuh.
b. Identifikasi karakteristik pasien yang
berpotensial meningkatkan resiko jatuh pada pasien.
c. Monitor gerakan - gerakan yang tidak teratur
(keseimbangan, kelemahan waktu beraktivitas).
d. Bantu menolong pasien waktu berpindah
temapt.
e. Berikan sandal yang tidak licin.
f. Orientasikan kepada pasien ruangan yang
ditempati.
g. Ajarkan kepada pasien bagaimana kalau
jatuh dan cara meminimalkan trauma.
h. Berikan cahaya yang terang pada malam
hari.
i.
Ajarkan
kepada anggota keluarga tentang faktor resiko yang dapat meningkatkan jatuh.
j.
Instruksikan
pada apasien untuk memanggil keluarga jika ingin beraktivitas, jika diperlukan.
- EVALUASI
1. DX I :
Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar, kerusakan jaringan.
NOC I : Pain
Level.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan
nyeri, frekuensi, dan lama nyeri. 5
b. Posisi
tubuh pasien melindungi nyeri. 5
c. TD, nadi,
suhu dan respirasi dalam batas normal. 5
NOC II : Pain
Control.
Kriteria Hasil :
a.
Mengungkapkan faktor penyebab timbulnya nyeri. 5
b. Mampu
mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi
nyeri,
mencari bantuan ) 5
c. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen nyeri 5
d. Mampu mengenal nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri). 5
e. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. 5
NOC III : Comfort Level.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan
kondisi yang nyaman. 5
b. ekspresi
puas terhadap pengendalian nyeri. 5
2. DX II :
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
NOC :
Fluid Balance
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai
dengan usia dan BB, Bj urine normal
HT normal. 5
b. TD, nadi, suhu tubuh dalam
batas normal. 5
c. Tidak ada tanda, dehidrasi, alstisitas turgor
kulit baik, membrane
mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. 5
3. DX III :
Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan keracunan CO dan cidera
inhalasi.
NOC : Menunjukkan perfusi jaringan ; Perifer.
Kriteria Hasil :
a. Kulit
utuh. 5
b. Warna
normal. 5
c. Suhu ekstremitas hangat. 5
d. Tidak ada nyeri ekstremitas
yang terlokalisasi. 5
e. Fungsi otot utuh. 5
4. DX IV :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan cidera luka bakar.
NOC I :
Risk Detection
Kriteria
Hasil :
a. Mengidentifikasi faktor yang dapat
menimbulkan resiko. 5
b. Menjelaskan
kembali tanda dan gejala yang
mengindikasi resiko infeksi. 5
c. Menggunakan sumber dan pelayanan kesehatan
untuk
mendapatkan informasi. 5
NOC II : Risk Control
Kriteria Hasil :
a. Membenarkan
factor- factor resiko. 5
b.
Memonitor factor resiko dari lingkungan. 5
c. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan
faktor resiko. 5
d. Merubah gaya hidup untuk mengurangi faktor
resiko. 5
e. Memonitor dan mengungkapkan status
kesehatannya. 5
f. Membuat strategi dan menjalankan strategi
untuk
mengontrol resiko. 5
5. DX V :
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
NOC I : Tissue Integrity : Skin
and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan. 5
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit. 5
c. Perfusi jaringan baik. 5
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang. 5
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban
kulit dan perawatan alami. 5
NOC II : Penyembuhan Luka : Tujuan Utama.
Kriteria Hasil :
a. Penyatuan kulit. 5
b. Resolusi drainase dari luka/drain. 5
c. Resolusi pada daerah sekitar eritema
kulit. 5
d. Resolusi dari bau luka. 5
6. DX VI :
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler.
NOC I : Tingkat Mobilitas.
Kriteria
Hasil :
a.
Pergerakan sendi dan otot. 5
b.
Melakukan perpindahan. 5
c.
Ambulasi berjalan. 5
d.
Menunjukkan keseimbangan posisi tubuh. 5
e.
Penampilan yang seimbang. 5
f.
Penampilan posisi tubuh. 5
7. DX VII :
Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan luka bakar.
NOC : Risk Control.
Kriteria Hasil :
a. Membenarkan factor resiko. 5
b. Merubah gaya hidup untuk mengurangi factor resiko. 5
c. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi factor resiko. 5
d. Memantau factor resiko pribadi dan perorangan. 5
e. Memonitor
factor resiko dari lingkungan. 5
f. Memonitor
dan mengungkapkan status kesehatannya. 5
DAFTAR PUSTAKA
Corwin,
Elizabeth J. 2000. Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi
3.Jakarta:EGC
Harahap, M . 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta :
Hipokratis.
Jhonson,Marion,dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification
(NOC) Edisi 2.
St. Louis ,Missouri ; Mosby
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : EGC
Mc Closkey,
Joanner. 1996 . Iowa
Intervention Project
Nursing
Intervention
Classification (NIC) Edisi
2. Westline
Industrial
Drive,
St. Louis :Mosby
Santosa,Budi . 2005
- 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta :
Prima Medika
Smeltzer,
S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner and
Sudath, Edisi 8, Volume 3. Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku
Ajar Keperawatan Medikial Bedah Brunner and Sudath, Edisi 8. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar