GENDER DALAM PENGENDALIAN HIV DAN AIDS

A . INFORMASI DASAR


1 . Pengertian
HIV adalah singkatan dari Human Immuno- deficiency Virus, yaitu sejenis virus (yakni Rotavirus) yang dapat menurunkan sampai merusak sistem kekebalan tubuh.
etika seseorang sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuhnya.

A I D S merupakan singatan dari Aquired Immuno Deficiency Syndrome:
a) Acquired berarti didapat dengan pengertian bukan diturunkan atau penyakit turunan.
b) Immuno adalah kekebalan tubuh untuk mengantisipasi adanya serangan mikro organisme dari luar.
c) Deficiency berarti kurang atau penurunan dari keadaan yang normal.
d) Syndome adalah serangkaian gejala.


Jadi, AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang didapat akibat menurunnya fungsi kekebalan tubuh akibat HIV. Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Los Angeles oleh Gottleib dan kawan-kawan pada tanggal 5
Juni 1981, walaupun sebenarnya telah ditemukan di rumah sakit di negara Afrika Sub-Sahara pada akhir tahun 1970-an. Kasus AIDS di Indonesia ditemukan pertama kali di Bali tahun 1987 yang baru dilaporkan oleh Jaringan Epidemiologi Nasional tahun 1993.



HIV ditemukan oleh Dr. Luc Montaigner dan kawan- kawan di Perancis y ang b erhasil mengisolasi virus penyebab AIDS. Akhir Mei
1986 Komisi Taksonomi Internasional sepakat menyebut nama virus AIDS ini dengan HIV. Istilah HIV dan AIDS sering bersama tetapi sebenarnya terpisah karena orang yang terpapar HIV belum tentu menderita AIDS, hanya saja lama kelamaan sistem kekebalan tubuhnya semakin melemah sehingga semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh. Orang dalam fase ini dapat disebut sebagai penderita AIDS.

2. Lokasi Hidup Virus
HIV dapat hidup di dalam darah, cairan vagina, cairan sperma, dan air susu ibu (ASI).


B . PROSES PENULARAN DAN PENYEBARAN HIV DAN AIDS

1 . Penularan dan Penyebaran HIV dan AIDS


HIV dan AIDS dapat ditularkan melalui:
a. hubungan seksual, baik melalui vagina (alat kelamin perempuan), penis (alat kelamin laki-laki), anus, maupun mulut dengan pasangan yang mengidap/terinfeksi HIV;
b. transfusi darah yang mengandung virus HIV tanpa dilakukan skrining terlebih dahulu;
c. jarum suntik, alat tusuk lain (tusuk jarum, tindik, tattoo), pisau cukur, sikat gigi yang telah terkena darah pengidap HIV dan AIDS;
d. ibu hamil yang mengidap virus HIV kepada janinnya yang dikandung atau selama proses persalinan normal dan melalui ASI yang diberikan kepada anaknya.

HIV dan AIDS tidak dapat ditularkan melalui:
a. hubungan kontak sosial biasa dari satu orang ke orang lain di rumah, di tempat kerja atau tempat umum lainnya;
b. bersalaman, menyentuh, berpelukan atau cium pipi;
c. udara dan air (kolam renang, toilet);
d. gigitan nyamuk atau serangga lain;
e. terpapar batuk atau bersin;
f. berbagi makanan atau menggunakan alat makan bersama.

2 . Fase-fase HIV menjadi AIDS

Untuk sampai pada fase AIDS seseorang yang telah terinfeksi HIV akan melewati beberapa fase.

a. Fase pertama, awal terinfeksi belum terlihat ciri- cirinya meskipun yang bersangkutan melakukan tes darah. Hal ini terjadi karena pada fase ini sistem antibody terhadap HIV belum terbentuk, tetapi orang tersebut sudah dapat menulari orang lain. Masa ini disebut dengan window period, biasanya antara 1–6 bulan.


b. Fase kedua, berlang sung l ebih lama sekitar 2–10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase ini orang sudah HIV positif tetapi belum menunjukkan gejala sakit meski sudah dapat menulari orang lain.

c. Fase ketiga, muncul gejala-gejala awal penyakit yang disebut dengan penyakit yang terkait dengan HIV tetapi belum dapat disebut dengan gejala AIDS. Pada fase ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
Gejala yang berkaitan dengan infeksi HIV
antara lain:
1) Keringat b erlebihan p ada waktu malam.
2) Diare terus menerus
3) Pe m b en g kak an k el e njar g et ah bening
4) Flu tidak kunjung sembuh
5) Nafsu makan berkurang dan lemah.
6) Berat badan terus berkurang.


d. Fase keempat, sudah masuk pada tahap AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T-nya (di bawah 2001 mikro liter) dan timbul penyakit lainnya yang disebut dengan infeksi oportunistik, yaitu:
1) kanker khususnya kanker kulit;
2) Infeksi paru-paru yang menyebabkan radang p aru- p aru dan kesul itan bernafas;
3) Infeksi usus y ang meny eb ab kan diar e p arah sel am a b erm in g g u- minggu;
4) I nfeksi otak y ang m eny eb abkan kekacauan mental, sakit kepala;
5) Sariawan.

Pada fase keempat ini seseorang perlu melakukan pemeriksaan darah kembali dan diukur prosentase sel darah putih yang belum terbunuh virus HIV.
Kurun waktu seseorang memasuki fase A I D S setelah terinfeksi HIV sangat tergantung pada gizi tinggi yang dikonsumsi serta obat- obatan yang membantu proses pembentukan pertahanan tubuh.

C . CARA PENCEGAHAN HIV DAN AIDS


Sama halnya dengan cara pencegahan IMS, cara yang paling ampuh adalah dengan “ABCDE”:
1. A bs t i n e n c e : tidak melakukan hubungan seksua l sebelum menikah.
2. Be Faithfull: saling setia pada pasangan yang sah.
3. C o n d o m : g u na ka n condom apabila salah sat u da ri p asan g an terkena IMS atau HIV dan AIDS.
4. Drugs: hindari narkoba suntik.
5. Equipment: mintalah peralatan kesehatan yang steril.

D. PEMERIKSAAN HIV DAN AIDS


Seseorang dapat diketahui terinfeksi HIV dan AIDS setelah melakukan tes HIV dan AIDS melalui contoh darahnya.

1. Tes Darah HIV DAN AIDS
a. Tes HIV adalah tes yang dilakukan untuk memastikan apakah seseorang dapat dinyatakan terinfeksi HIV atau tidak.
b. Tes HIV b er fung si untuk m engetahui
adanya antibodi terhadap HIV atau adanya antigen HIV dalam darah.
c. A da b eb erap a je nis tes y ang b ia sa dilakukan seperti tes Elisa, Rapid test, tes Western Blot.
d. Masing-masing alat tes memiliki kemampuan untuk menemukan orang yang mengidap HIV dan bukan pengidap HIV.
e. Untuk tes antibodi HIV semacam Elisa memiliki sensitivitas yang tinggi (99,7 persen–99,90 persen), artinya 0,1 persen–0,3 persen dari semua orang yang tidak berantibodi HIV akan dites positif untuk antibodi tersebut.
f. Hasil Elisa positif ini perlu diperiksa ulang dengan metode Western Blot yang sensitivitasnya lebih tinggi.

2 . Syarat dan Prosedur Tes Darah HIV dan AIDS

Syarat tes untuk keperluan HIV adalah:
a. Bersifat rahasia.
b. Harus melalui konseling, baik prates maupun pascates.
c. Sukarela, dengan prosedur pemeriksaan darah yang meliputi 3 tahapan:
1) pretes konseling, untuk mengukur tingkat risiko, penjelasan hasil tes, informasi akurat tentang HIV dan AIDS dan identifikasi kebutuhan pasien.
2) Tes darah Elisa: bila hasilnya negatif perlu dilakukan konseling ulang untuk penataan perilaku seks yang aman; perlu diulang 3–6 bulan berikutnya. Bila hasilnya positif perlu dilakukan tes Western Blot
3) Tes Western Blot :
a) Bila positif perlu dilaporkan ke dinas kesehatan (tanpa nama), perlu pasca konseling dan pendampingan untuk meng - hindari putus asa.
b) Bila hasilnya negatif sama prosedurnya dengan bila hasil tes Elisa negatif

E. PENGOBATAN HIV DAN AIDS
Sampai saat ini obat yang digunakan ber fungsi untuk menahan perkembangbiakan virus, bukan menghilangkan HIV dari tubuh. Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus ini ada 2 jenis obat yaitu:

1. Anti-retroviral (ARV) adalah obat yang digunakan untuk menghambat perkembangbiakan virus. Obat yang termasuk anti retroviral, yaitu AZT, Didanoisne, Zaecitabine, Stavudine.
2. O b at i nfeks i op or tu nis ti k y a itu o b a t y a ng dig unakan untuk m eng ob ati peny akit y ang muncul sebagai efek samping rusaknya sistem kekebalan tubuh, misal obat anti-TBC.


F. KESENJANGAN GENDER DALAM KASUS HIV DAN AIDS

Dalam kasus HIV dan AIDS terdapat beberapa kesenjangan khususnya dalam hal akses informasi di antara perempuan dan laki-laki yang dapat dilihat dari data berikut. Dari laporan pendahuluan SDKI 2007 diketahui bahwa:
1. perem puan kawin yang pernah mendengar
tentang AIDS sebesar 61 persen sedangkan laki- laki 71,4 persen.
2. perempuan pernah kawin yang mengetahui cara meng urangi risiko ter tul ar v irus A IDS dengan kondom dan membatasi berhubungan s ek s ha ny a de ng an p a sa ng an y an g ti da k terinfeksi 29,9 persen, sedangkan laki-laki 41,3 persen.
3. perempuan pernah kawin yang mengetahui cara m engurangi risiko terkena virus A IDS dengan tidak berhubungan seks 36,6 persen, laki-laki 42,9 persen.
Selain dari sisi akses informasi, kesenjangan gender juga nampak pada dipersalahkannya perempuan sebagai penular HIV bagi suami atau bayi yang dilahirkan, bukan sebaliknya suami kepada istrinya (Dwiyanto: 213).
Dilihat lebih jauh dalam pengendalian HIV dan AIDS tidak memb edakan sasarannya, l aki-l aki atau perempuan saja karena laki-laki dan perempuan dapat tertular virus.
Demikian pula dampak penularannya akan sama dirasakan oleh perempuan dan laki-laki. Dengan kata lain, perempuan dan laki-laki seyogyanya bekerja sama dan terus meningkatkan pemahamannya tentang upaya pengendalian HIV dan AIDS ini.

G. KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM PENGENDALIAN HIV DA N AIDS

Dalam pengendalian HIV dan AIDS perlu dilakukan b e rb a g ai u p a y a ol e h s u a m i d a n i s tr i y a n g m encerm inkan suatu b entuk kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga, antara lain:
1. Suami dan istri saling setia dan berhubungan seksual hanya dengan suami atau istrinya.
2. Suam i dan istri saling m endukung untuk memperoleh informasi yang benar tentang HIV dan AIDS.
3. Suami dan istri saling memberikan dukungan
apabila salah satu pihak tertular HIV dan AIDS antara lain dalam menjalani pengobatan, melakukan hubungan seksual dan kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2011 PAKAR BANGSA - All rights reserved. PIK REMAJA KECAMATAN PASEKAN INDRAMAYU